Setia dengan Jubah

Sudah menjadi kesepakatan yang tidak tertulis antara saya dan anak-anak yang sedang menimba ilmu di Pondok Pesantren Al-Fatah, Temboro, setiap dua bulan sekali, adalah waktu untuk menjenguk mereka.

November 2015 ini saya berangkat via Jogja dan melanjutkan dengan Kereta Api ke kota yang terkenal dengan pecelnya, Madiun. Anak-anak dijemput di pondok, prosesnya kali ini agak lama. Harus minta izin ke semua ustadz yang kelasnya tidak bisa diikuti. Bagus juga agar anak-anak tidak keluar pondok jika tidak penting.

Karena tertarik mencoba hotel baru di kota Madiun, akhirnya kami menginap di Sun City Hotel. Walaupun hotel baru tetapi mungkin pengelolanya bukan yang spesialis chained hotel. Kurang tertata bagus dan finishing hotelnya juga kurang rapih. Tetapi para pekerja di hotel ini sangat ramah, bahkan ada yang menyapa dengan menyebutkan nama saya. Wah, sangat personal. Makanannya juga enak dan murah.

Di area yang sama terdapat Sun City Water and Theme Park, saya mengajak anak-anak berenang karena mereka memang dari kecil suka berenang. Amdan, si bungsu, sangat antusias sementara kakaknya mengikut saja.

Selama bepergian ada yang membuat saya kagum dengan Amdan, dia berbusana tidak lepas dari jubahnya. Bahkan untuk ke kolam renang. Agak berbeda dengan kakaknya, Jihad. Mungkin karena usia sudah beranjak remaja, dia sudah menggunakan kemeja dan jeans. Sepatu kets dan topi.

27894

Mengapa Harus dengan Jubah?

Di pesantren memang diwajibkan berpakaian muslim. Kebanyakan para pria menggunakan jubah. Semua merk jubah dari yang murah sampai yang mahal tersedia untuk dibeli di desa Temboro. Amdan salah satu penggemar jubah dengan merk Al Haramain, harganya Rp. 250.000,- dan untuk hari ulangtahunnya yang tepat di November ini, dia meminta jubah sebagai hadiahnya.

Mungkin Amdan juga menyukai jubah karena pakaian ini juga dicintai oleh Rasulullah SAW, semoga demikian. Alasannya bahwa jubah ini begitu praktis, atau mungkin karena dia pernah mengalami kejadian dimana jubah yang menyelamatkannya waktu dia bermain. Seandainya jubah tidak tersangkut, mungkin dia sudah jatuh terluka.

27896

Saya merasa senang jika anak-anak saya menyadari bahwa pilihannya adalah baik untuk dia. Amdan memang punya kepercayaan diri yang tinggi, sehingga dia bisa mengesampingkan pendapat orang terhadap dirinya.

Semoga apa yang mendasari pilihan mereka adalah contoh-contoh  dari orang-orang terbaik terdahulu, diyakini dan dijalankan dengan istiqomah, in shaa Allah

Gali Lubang Tutup Lubang

Walau makan sederhana (Makan nasi sambal lalap)
Walau baju sederhana
(Asal menutup aurat)
Walau makan sederhana
Walau baju sederhana
Walau serba sederhana
Asal sehat jiwa raga
Dan juga hutang tak punya
Itulah orang yang kaya (hi-hu)

Bela-belain cari di google search lirik bang Haji Rhoma nih, saya tahu ada lagu yang berjudul Gali Lobang Tutup Lobang, tapi baru kali ini menyimak liriknya.

~~~

Salah seorang teman ditimpa kemalangan, sepertinya kesulitan keuangan karena kondisi yang kemungkinannya besar pasak dari pada tiang. Yang menjadi masalah adalah kemalangan ini mulai merambah ke mana-mana.  Hampir semua orang yang dikenal dihubungi untuk dimintai pinjaman.  Awalnya saya bersimpati, tetapi rupanya perhatian yang diberikan itu tidak terbalas sesuai harapan. Janji tinggal janji dan akhirnya malah merusak kepercayaan yang ada sebelumnya. Beruntung kalau cuma saya yang merasakan tapi jika dirasakan oleh kesemua teman yang membantunya ini bukan menyelesaikan masalah, tetapi lebih mempersulit dirinya.

Sepertinya hampir semua kita pernah mengalami masalah keuangan. Jadi sepatutnya kita banyak belajar agar tidak terjerat pada keadaan yang tidak menyenangkan. Saya pun demikian, jeratan dari kartu kredit yang dulu saya miliki. Sepertinya gaya hidup dan tidak disiplin pada diri adalah penyebab utama. Salah dalam menentukan kategori “butuh” dan menempatkan keinginan sebagai suatu hal yang harus dipenuhi.

Manusia memang tidak terlepas dari kata ingin. Mungkin atas dasar itu dalam beragama kita dilatih untuk mengendalikan nafsu atau keinginan. Seseorang pernah berkata, cara paling mujarab untuk menekan keinginan adalah dimulai dari perut. Itu latihannya.

Jika berbicara tentang diri sendiri mungkin memang sedikit lebih bisa dikendalikan, yang bisa lebih memberatkan adalah jika keinginan anggota keluarga kita. Seperti seorang ibu yang ingin memenuhi segala keinginan anaknya agar mereka bisa senang dan puas. Saya pun demikian memiliki perasaan seperti itu. Tetapi saya pun belajar mengendalikannya. Tidak semua yang diminta oleh anak-anak itu baik bagi mereka. Saya malahan berpikir mereka harus tahu kondisi dimana ada permintaan atau keinginan yang tidak atau belum terpenuhi. Belajar untuk bersabar.

Yang paling utama selain hidup sesuai dengan pendapatan adalah “Jangan membayar hutang dengan berhutang”. Ini pantangan bagi orang yang benar-benar ingin menyelesaikan permasalahan hutang. Lubang yang digali akibat menutup lubang yang lain akan lebih besar dan semakin besar. Disiplin dan mampu merencanakan dengan baik. Daftar prioritas tentang kebutuhan sangat penting, sehingga pengeluaran bisa dikendalikan agar tidak lebih besar dari pendapatan. Dan yang utama pula adalah menjaga kepercayaan kepada siapa pun. Jangan merasa mudah untuk meminjam, karena meminjam bukan solusi.

Semoga setiap orang yang kesulitan diberikan kemudahan dalam menyelesaikannya tidak dengan menutup lubang dengan menggali lubang yang lebih besar.

Drama Cumi di pulau Samalona 

 

Drama memang sebaiknya ada biar berkesan, tetapi kebanyakan drama bikin kita tidak berkembang

 

Karena merasa sudah lama tidak menyentuh air laut dan berayun atasnya, sehabis lebaran haji kemarin,  saya mengajak keluarga untuk ke pulau kecintaan, Samalona. Pulau yang terletak di bagian barat kota Makassar yang biasanya ditempuh dengan menggunakan kapal motor kayu.

Melihat air jernih yang terang benderang memantulkan cahaya matahari rasanya melegakan perasaan sampai ke dasarnya. Air laut musim kemarau rupanya dingin, padahal jam sudah menunjukkan pukul 10 pagi.

Seperti biasa begitu tiba di pulau kami mencari tempat untuk bisa beristirahat atau sekadar meletakkan barang-barang sebelum berenang. Biasanya yang masyarakat banyak yang menyambut. Mereka menawarkan bale bale bambu, rumah untuk disewa, perlengkapan snokling dan bahkan menawarkan ikan yang memang dipelihara di keramba.

“Mau beli cumi bu?”, kata seorang ibu setengah umur memakai daster dengan badan yang agak kurus

Mungkin dia melihat saya menyerah mencari ikan yang tidak ada jenis lain selain baronang dan anak ikan hiu yang harusnya dilarang dikonsumsi.

“Boleh, berapa harganya?”,

“Seratus ribu, 3 ekor”, saya melihat cumi berukuran sedang dan langsung saat itu terbayang cumi bakar yang berwarna hitam karena tintanya. Saya berusaha menawar, namanya saja ibu-ibu kurang afdhol rasanya tanpa menawar.

“Minta 4 aja bu, seratus ribu” dalam bahasa makassar yang terbata-bata saya berusaha menawar.

“Minyaknya mahal, nda bisa kurang lagi”.

“Paslah saya kan mau dibakar saja jadi minta 4 ya gak usah pakai minyak”, saya tetap memakai akal untuk menawar

“Gak bisa, gak dapat harga segitu,” kata ibu yang akhirnya saya tahu bernama Daeng Te’ne

“Gitu saja bu, saya bakar sekarang dari pada tinggal cuminya”

“Oh gak bisa, nanti juga banyak yang mau beli” . Kalimat Daeng Te’ne ini betul-betul membuat saya patah arang.  Yah sudahlah, saya tidak memiliki perasaan bersalah lagi sudah menawar. Apalagi lauk cumi sebenarnya cuma sebagai pelengkap. Kakak dan ponakan semuanya bawa makanan. Saya meninggalkan daeng Te’ne dan akhirnya berenang menikmati laut yang biru terang.

Cucu keponakan yang  belum berusia setahun menjadi penyegar suasana. Apalagi ibunya mengaku ini kali pertamanya dia ke pulau Samalona. Wah.. sayang sekali 😀

Setelah memuaskan kulit ini disentuh oleh air laut saya akhirnya merasa lapar. Begitu tiba di balai-balai saya sudah langsung kepikiran makanan. Hmm.. lapar karena bermain air itu lumrah, sibuklah saya bergerilya membuka tempat makan yang ada. Ada gogos dan daging toppalada ada serundeng juga, rasanya lengkap saya pun makan dengan lahap.

“Ini sudah dibakar cuminya,” dua orang pria yang berbadan tinggi berkaos oblong datang menghampiri kami. Saya jelas terheran-heran. Perasaan saya tidak jadi memesan cumi ini, kok yah tiba-tiba ada yang datang dan bilang itu pesanan kami. Dan kalau daeng Te’ne yang berubah tiba tiba jadi laki laki ini saya pasti lebih heran lagi.

Dan memang benar ternyata, ini siasat daeng Te’ne langsung memberikan cumi tanpa berani bertemu dengan kami, langsung menodong ceritanya. Oh jangan dulu. Saya bukan orang yang cerewet tapi untuk pemperjelas sesuatu itu bagian saya. Saya akhirnya meminta para pria pembakar cumi itu untuk memanggil daeng Te’ne. Akhirnya dia datang dan tidak bisa berkata apa-apa karena saya ada. Dia sudah menyampaikan ke kakak ipar saya bahwa dia sudah berbicara dengan saya saat saya berenang. Ini tidak benar!

Saya ngotot berkata tidak dan saya marah kepada ibu ini, yang pertama dia arogan, penjual kok arogan yang kedua dia berbohong mengatas namakan saya kemudian berbicara dengan kakak ipar saya, yang ketiga dia seakan menodong untuk kita terpaksa membeli cumi itu.

Kasihan cuminya, akhirnya saya bilang sudah, biar saya bawa pulang saja toh kami kami sudah makan tetapi sebelumnya saya sudah berceramah panjang ke daeng Te’ne. Eh bukannya selesai dia malah bilang, ya sudah gak usah dibeli gak akan jadi rejeki yang baik. Astaghfirullah.. harusnya dipikir sebelum dia melakukan hal hal yang tricky itu. Ya sudah saya pun tidak mau menahan. Saya hanya berharap semoga menjadi pelajaran.

Kasihan cuminya lagi, sudah dibakar jadinya tidak bisa dinikmati

Tetanggaku (bukan) idolaku

Sering bermasalah dengan tetangga? Memang bersosialisasi itu gampang gampang susah. Walaupun saya sebenarnya bukan orang yang sering berpindah-pindah, tetapi ada ada saja kejadian yang berhubungan dengan tetangga.

Saya pernah bercerita tentang kucing yang membuat saya kena marah oleh tetangga kosan. Tetapi sekarang mbaknya sudah jadi teman yang enak diajak bersapaan, padahal dulu juteknya minta ampun. Mungkin karena kesabaran yang saya miliki :p. Tapi itu benar, saya tidak menyambut permusuhan yang ditawarkan, saya berpikir dia masih muda dan belum mengerti  tentang manfaat bersosialisasi, dan Alhamdulillah sekarang kami berteman baik.

Tapi ada yang mungkin tidak bisa dihadapi dengan kesabaran, karena bukan (hanya) saya yang merasakan bahwa ini sudah keterlaluan. Tetangga saya sejak merenovasi rumah termasuk terasnya dengan sengaja meniadakan tempat sampahnya. Saya tidak paham maksudnya, jika berpikir jelek maka saya akan mengganggap mereka tidak mau ada kotoran di sekitar rumahnya. Parahnya tempat sampah kami yang jadi sasaran.

Saya sih tidak terlalu mengambil pusing, ya sudahlah tempat sampah memang fungsinnya menampung sampah. Tetapi kejadiannya tidak sesederhana itu. Teman yang menginap di rumah akhirnya membuat coretan kisah yang membekas menjadi dinding teras. Kenapa demikian?

Rumah saya tidak memiliki dinding di teras, tidak diperbolehkan oleh pengelola perumahan yang menginginkan suasana terbuka dan nyaman. Tetapi suatu waktu ada dinding yang menjulang di samping teras kami. Seperti lambang permusuhan. Akhirnya saya mencari tahu penyebabnya. Dari teman yang tinggal di rumah menyampaikan bahwa mungkin ada ketersinggungan dari empunya rumah sebelah yang ditegur ketika memuang sampah seenaknya di depan rumah kami. Mungkin beliau masih belum bisa menerima kritikan. Merasa siapa pun yang berkata tidak sesuai dengan keinginannya adalah ‘musuh’

Saat saya kembali ke rumah, beliau datang dan menjelaskan. Mungkin merasa tidak enak dengan saya. Tetapi alasan yang disampaikan berbeda. Beliau bilang di rumah sering ada anak-anak yang ngumpul, bertato dan suka ribut sampai tengah malam. Padahal kalau teman-teman datang itu sampai pagi 😀

Bahkan sempat katanya mendengar celetukan, “saya mau cari cewek yang punya mobil dan juga dokter”. Saya pikir beliau terlalu berhalusinasi. Kebanggaan terhadap cucunya yang memang dokter dan punya mobil bagus itu membuat proteksinya berlebihan, apalagi dengan pria bertato (?). Dan alasan ini yang digunakan untuk mendapatkan izin pada pengelola perumahan.

Mendengar penjelasan itu saya seperti biasa, iya iya saja. Saya memang tidak suka ribut. Mencoba memahami, beliau yang sudah lanjut dan sudah sulit untuk menerima pendapat atau perubahan.

Tetapi sekarang lain lagi masalahnya. Karena ada tembok yang dibuat sendiri olehnya, kami kadang kaget karena tiba-tiba ada buntelan sampah yang mendarat di tempat sampah dan tidak terlihat siapa yang membuangnya. Parahnya karena kami membuat teras sebagai tempat untuk menerima tamu.

Pagi ini sampah buntelan itu dikembalikan di depan rumahnya, saya sebenarnya memilih mengkomunikasikan ini secara baik-baik, tetapi karena saya jauh ya biar yang di rumah saja yang menyelesaikannya. Semoga masing-masing paham batasannya dan bisa saling menghargai. Permasalahan memang tidak bisa dihindari, tetapi yang penting adalah cara penyelesaiannya, kita tunggu saja kisah selanjutnya 🙂

 

Serasa Punya Anak Lagi

Masih terheran-heran saya melihat tingkah laku anak-anak sekarang. Sangat berbeda dengan keadaan kita dulu. Saya masih ingat ketika saya mulai akrab dengan seseorang, mama langsung mendudukkan saya di hadapannya dan menegur ini itu. Merasa terhakimi langsung pada detik itu. Dan itu sangat kurang baik, karena melihat dari sisi pribadi, saya bukan orang yang suka ditegur lebih suka diberi pemahaman.

Mengingat hal itu saya tidak ingin melakukan hal yang sama dan membuat anak saya merasakan hal yang sama. Zaman memang sudah berbeda, dulu untuk dekat sama seseorang saya di usia kuliah. Dimana saat itu teman-teman sudah memiliki pasangan, agak terlambat untuk ukuran masa itu. Dan itu juga yang membuat saya merasa anak anak sekarang sangat cepat dalam bergaul. Mungkin penyebabnya adalah media yang semakin banyak, sudah ada internet yang memudahkan interaksi. Saya cuma bisa mengingat dulu hanya bisa kagum sama penyiar radio tanpa bisa apa apa.

Kakak merasa sudah waktunya, liburan kemarin sebulan sudah memiliki arti yang besar dalam hidupnya, ya mendapat pacar. Awalnya dia ragu memberitahukan, tetapi menelpon sepanjang jalan sewaktu kami bersama-sama rasanya itu bukan telpon biasa. Saya mulai menganalisa dan harus memutuskan harus bersikap bagaimana.

Mengingat waktu anak-anak yang terbatas, saya tidak ingin menambah batasan lagi. Komunikasi yang penting adalah keterbukaan. Saya menerima semua perkembangan pribadi yang terjadi dengan mereka, karena jika demikian saya akan lebih tahu apa yang terjadi dengan mereka.

“Ummi, palla’ma gombal,” kata kakak yang kira-kira artinya dia sudah pandai merayu. Saya mengiyakan dan memujinya. “Iya nak bagus itu, tetapi ingat yah segala ucapan itu adalah tanggung jawab, jika sudah menyatakan sesuatu harus ditepati,” Mungkin saya akan terus melakukan seperti itu, mendengar dan mengoreksi.

“Ummi, tolong titip pesan disampaikan …. dan …. soalnya … ,” baiklah, sekarang saya sudah berfungsi sebagai messenger juga, tapi tidak mengapa saya senang melakukannya. Saya senang menjadi bagian dari perkembangan pribadi anak anak saya. Saya yakin dunia ini masih terlalu indah buat yang jatuh cinta, sisi yang lain pasti akan muncul, saya cuma berharap tetap bisa dengan mereka menghadapinya. Dan memang benar rasanya, seakan punya anak lagi dan itu menambah cerita yang menyenangkan.

 

Numerologi dan hidupku

Saya tertegun dan menatap mata yelly yang bening kecoklatan terbias karena lensa kontak yang digunakannya. Dia dengan gamblang menyampaikan tentang keadaan hidup saya seperti buku yang sudah tercetak rapih dan siap dibaca.

Saya menatap kertas yang bergambar piramida terbalik, berisi angka-angka yang tidak saya mengerti dari mana asalnya, kecuali deretan paling atas di piramida itu, tanggal lahir saya.

numbers
numbers

“Ibu, di sini terlihat ibu mengalami kegagalan dalam berkeluarga, dan punya potensi untuk bunuh diri”. Sadis yah. Seperti kisah-kisah drama korea saja. Tetapi memang itulah yang terjadi.

Saya menerawang, mencoba mencari-cari serpihan kisah-kisah hidup saya yang berhubungan dengan itu. Memang benar adanya. Ini sepertinya bukan ramalan, tetapi konfirmasi saja terhadap apa yang saya sudah bawa sejak lahir, ya.. melalui tanggal lahir itu.

“Ibu ini orangnya dekat sama orang besar, tetapi tidak langsung. Mungkin karena kerjaan atau hubungan kekerabatan”, Yang ini entahlah. Saya dari dulu menganggap semua manusia sama saja.

Saya penasaran, lebih lanjut saya mengajukan beberapa tanggal lahir lagi, milik orang-orang terdekat saya. Karakter yang disampaikan pun cenderung sama. Menilik sampai ke unsurnya dimana hubungan dari dua karakter bisa lebih dominan dari yang lain. Ini super, pikirku

Numerology, saya jadi tertarik dan mencari tahu tentang ilmu ini. Saat sekarang memang sudah berkembang, dan dijadikan sebagai salah satu tools bagi paranormal untuk mengungkap apa yang tak terbaca secara umum.  Saya menganggap ini ilmu pengetahuan, sama seperti tanggapan saya terhadap hasil fingerprint test yang dilakukan oleh kedua bocah saya. Horoskop dan Shio memang bukan untuk dipercayai tetapi bisa menjadi petunjuk. Itu menurutku

Saya tidak berpikir satu metode bisa mewakili membaca pribadi secara keseluruhan tetapi dengan banyaknya referensi justru saya bisa memiliki data potensi khususnya tentang diri saya dan orang-orang terdekat saya. Kapasitas dan kelemahan pasti terlahir bersamaan dengan munculnya kita di dunia ini.

Memang benar, sejak kita mulai bisa memisahkan mana antara bahagia dan derita, antara sukses dan melarat, antara jahat dan baik. Kita melihat diri kita menjadi sesuatu yang cenderung kita inginkan. Tetapi apakah itu bisa diubah? Saya tidak mau berpikir terlalu jauh. Mungkin memang ada yang terlahir sebagai orang yang nantinya jadi pemimpin, tetapi bisa jadi jahat atau baik. Menurut saya kesadaran adalah yang paling utama. Menyadari takdir kita dan saya tidak akan menolaknya. Saya punya keyakinan jika saya mencintai apa yang saya miliki sekarang itulah yang terbaik.

Begitu pun untuk orang-orang lain. Saya jadi bisa melihat dan belajar untuk memaklumi karakter orang lain. Tidak perlu menyalahkan tetapi dengan segala kelebihan bisa dimaksimalkan, kekurangan bisa diminimalisir. Belajar membaca membuat saya sadar. Ada hal yang tidak bisa saya pilih. Yang bisa saya lakukan adalah mencintai hidup saya yang sekarang.

Jika saya mengingkarinya, saya yakin keburukan akan lebih dari sekadar takdir yang sudah dituliskan.

Jaga niat dan berbuat tulus penuh kasih sayang. Itu saja kuncinya.

TSM, Tempat Semua Menyatu

Keluarga saya beragam. Dari sudut agama dan status sosial dengan saudara-saudara sangat berbeda. Walaupun sejak kecil kami memulai kehidupan dengan sumber yang sama, didikan yang sama, namun proses perkembangan pribadi dan lingkungan yang berbeda menjadikan kami menentukan arah sendiri-sendiri.

Sejak menjadi mualaf, berpindah keyakinan memeluk agama Islam, terus terang perbedaan itu terasa juga. Walaupun dari saudara-saudara lain tetap berusaha untuk bisa menyatu. tetapi tidak akan sama seperti dulu. Itu yang saya rasakan. Rasa canggung, ragu dan takut membuat ketersinggungan yang tidak sengaja tetap saja ada.

Kakak  perempuan saya yang sudah lama merantau di Jakarta memang memiliki kehidupan ekonomi yang lebih dari saya. Di saat liburan sekolah dia dan keluarga pulang ke Makassar. Bareng dengan ibu saya yang juga tinggal bersama dia dan keluarganya di Jakarta.

Saat itu di Makassar baru didirikan dengan megahnya, Trans Studio Makassar. Indoor Theme Park, sebuah tempat rekreasi yang unik dan terbesar ke-3 di dunia saat itu.

Trans Studio Makassar, 24 Oktober 2009
Trans Studio Makassar, 24 Oktober 2009

Sudah merupakan kebiasaan dari orang-orang di Makassar. Sesuatu yang baru pasti heboh. Demikian juga dengan hadirnya Trans Studio Makassar ini. Apalagi Trans Studio Makassar adalah satu-satunya theme park yang ada di Makassar ini menjadi kebanggaan kota dan masyarakat Makassar. Kakak saya pun tertarik untuk mengajak kami-kami semua mengunjungi dan bermain di theme-park yang luasnya sekitar 2,7 ha dengan tinggi 20 meter.

Saat itu kali pertama kami bermain bersama-sama. Ibu saya, kakak saya, saya dan anak-anak kami semua mengunjungi Trans Studio Makassar. Kesan pertama yang saya dapatkan adalah megah. Saya sampai tidak berhenti mendongakkan kepala, memandang sekeliling melihat design interior dan bangunan-bangunan bertema yang sangat menarik.

Seketika saya sudah tidak merasakan bahwa kami datang dengan perbedaan. Kekaguman kami yang menyatu beriringan dengan keceriaan anak-anak yang begitu antusias untuk mengikuti semua permainan yang disediakan di sana.

Dari Trans City Theater hingga Dunia Lain, semua kami jelajahi. Yang paling menyenangkan bagi saya adalah Sepeda Terbang (Flying Bicycle). Disitu jelas sekali maksudnya, jika ingin diatas kita harus berusaha dan bekerja sama untuk meraihnya, begitu yang saya sampaikan ke anak-anak saya. Karena tidak ada batasan umur untuk permainan ini kami bisa bermain bersama-sama.

Flying Bicycle
Flying Bicycle

Dunia Lain adalah favorit anak-anak. Mereka menikmati rasa takut yang tercipta dunia buatan itu. Saya bahagia melihat mereka menikmatinya.

Tidak adalagi status sosial yang berbeda, tidak ada lagi agama yang hingga saat ini dijadikan pemisah antar saudara bahkan sebangsa. Trans Studio Makassar menyatukan kami. Bercanda, tertawa seakan tidak ingin berhenti. Saya masih ingat ibu saya dengan penuh kasih sayang mengingatkan anak-anak saya untuk sholat. Dan saya bersyukur tempat ibadah yang disediakan pun tidak seadanya. Kami akhirnya menghabiskan waktu dari pagi hingga malam dalam penyatuan yang membuat kami terhubung satu dengan yang lain.

Momen dimana saya melihat, seharusnya suasana kegembiraan dan bermain bersama seperti anak-anak yang tidak perlu disibukan dengan pikiran tentang batasan perbedaan. Seharusnya dunia Trans Studi Makassar menjadi dunia bagi kita semua. Dunia impian untuk bisa hidup damai dalam perbedaan.

TSM, We are connected
TSM, We are connected

Album foto menjadi bukti kedekatan kami, menjadi awal hubungan yang lebih cair di masa-masa berikutnya. Mungkin sekarang kami tetap berjauhan, tetapi kenangan ini menjadi dasar yang berkesan.  Semoga Trans Studio Makassar tetap menjadi penghubung, Tempat Semua Menyatu.

 

Menjejaki Silsilah Keluarga Melalui Nama

Ibu saya sampai sekarang menyimpan buku silsilah marga Ceng (). Marga dari ayah saya suku Hakka (Chinese). Buku itu adalah daftar keluarga yang dimiliki oleh marga dari keluarga dengan tujuan untuk tetap bisa berhubungan dengan para keluarga besar. Saya masih ingat waktu buku itu dibuat saya masih di Sekolah Dasar. Konfirmasi waktu itu hanya memakai telpon rumah saja.

Sejak ayah saya meninggal, ibu saya mulai kuatir. Kita mulai terpisah jauh dari keluarga ayah dan buku silsilah pun pasti sudah tidak terupdate dengan baik. Hubungan dengan keluarga ayah memang tidak terlalu dekat, mungkin juga karena marga hanya sedikit jumlahnya. Kekuatiran ibu saya jelas. Dua putra pembawa marga dari ayah masing masing punya putra 1, dengan demikian itu akan berlanjut terus. Karena marga Chinese dibawa oleh kaum pria.

Saya yang juga penasaran akhirnya mulai mengingat-ingat nama yang diberikan oleh ayah saya. Akhirnya dengan bekal teknologi dan om gugle tentunya saya akhirnya bisa mempunyai catatan tentang nama saya.

美兰 (Ceng Mei Lan) Marga Ceng adalah dari suku Hakka atau lebih dikenal dengan istilah Khe’. Suku ini terbilang sedikit di China. Karakter Mei yang saya kenal justru dari tulisan kanji (bahasa Jepang) yang dibaca utsukushii yang artinya lovely atau cantik. Sementara Lan menurut ayah saya artinya putri yang bungsu. Namun berdasarkan sumber lain, Lan juga bisa berarti orchid atau elegant.

Penggantian nama yang harus di Indonesiakan karena berubah warga negara menjadikan saya sebagai Lily. Saya sendiri menganggap diri saya sebagai water-lily bunga teratai yang filosofinya juga dalam.

mei-lan-sign

Dalam pencarian saya terdapat juga hal yang lucu. Nama Mei Lan ternyata juga nama seekor panda yang lahir di kebun binatang Atlanta yang berarti Atlanta Beauty. Nama Mei Lan memang lebih cocok untuk perempuan, tetapi setelah ilmuwan dari China datang mengecek, ternyata panda tersebut berkelamin jantan. Mei Lan juga menjadi Panda Ambassador untuk International NGO : World Wild Foundation dan Earth Hour

Mei lan & Mei lan
Mei lan & Mei lan

Saya juga menemukan referensi judul buku yang dikarang oleh Zeng, Lingcun,曾令存. berjudul, “Hakka (Chinese people) Chinese literature 20th century History and criticism” Menilik namanya berarti dia seangkatan dengan saya dan saudara-saudara saya. Huruf 令 (Lin) di tengah menandakan tingkatan dari silsilah. Nama tengah yang sama yang dimiliki oleh kakak kakak lelaki saya. Sepertinya buku ini akan menjadi referensi yang bagus untuk menambah wawasan saya mengenai suku Hakka.

Saya yakin, nama adalah doa yang dipanjatkan terus menerus oleh orang tua kita. Setiap kali dipanggil atau dipikirkan, kita pasti mendapat rahmat dari nama tersebut. Itu yang saya yakini. Oleh karena itu saya bersyukur nama yang diberi dan semoga harapan orang tua saya melalui nama ini akan tercapai sampai pada waktunya.

Cepat Sembuh yah Dek!

“Ummi, sakikka…”, dengan suara memelas dan logat khas Makassarnya suara Adek di telepon sungguh membuat hati saya melemah. Tetapi saya tidak ingin menampakkannya. Memang berat tidak bersama anak-anak di saat seperti ini. Tetapi saya selalu berpikir untuk menguatkannya. Ya.. kekuatan yang harusnya bukan dari orang tua atau orang lain tetapi dari diri sendiri.

Continue reading “Cepat Sembuh yah Dek!”

Bahaya Sebuah Rahasia

Seorang wanita cantik dibunuh dan dugaan pembunuhnya adalah suaminya sendiri. Suami dari hasil pernikahan siri, pernikahan rahasia.

Lelaki yang sudah mapan merasa pada batas yang maksimal sepertinya menginginkan petualangan-petualangan baru. Mungkin itu yang dirasakan oleh tersangka. Jabatan tinggi dan kemapanan dalam ekonomi sepertinya butuh disalurkan menjadi bentuk kebahagiaan duniawi.

Wanita sendiri dan dengan tawaran materi dan kemapanan memang jadi lebih mudah terkait pancingan. Terlepas dari apakah benar pembunuhan itu dilakukan oleh sang suami atau bukan ada pelajaran yang bisa diambil khususnya bagi kita perempuan

Continue reading “Bahaya Sebuah Rahasia”