Life is about ourselves, not others

Dengan banyaknya social media yang bisa kita akses dengan mudah, semakin mudah pula kita mengetahui informasi orang-orang di sekitar kita bahkan yang jauh dari kita.

Bedanya dahulu, lingkungan terdekat seperti keluarga dan tetangga-tetangga sekitar rumah yang menjadi “bahan cerita” atau bahkan menjadi bahan pembanding dengan diri kita.

“eh, si A beli kulkas baru sekarang, modelnya dua pintu bahkan punya freezer yang besar”
Satu contoh kalimat yang mungkin ada dalam percakapan kita sehari-hari utamanya para ibu ibu.
Belum lagi kalau obyek bahasan adalah kategori barang mewah, seperti mobil bahkan tas yang nilainya puluhan juta.

Benar, informasi bisa sangat mempengaruhi kita. Kita jadi melihat diri kita sendiri. Duh.. kulkas di rumah kok kayak gini, saya juga butuh mobil. Tas malah mungkin bagus dipakai kalau saya jalan-jalan, orang-orang pasti pada kagum.
Sejumlah pemikiran-pemikiran terlintas yang dapat mengarahkan hati menjadi tidak tenang.
Hati gelisah bisa membuat kita mulai bertindak grasah grusuh. Bagaimana cara saya bisa mendapatkan semua itu, biar saya bisa lebih atau minimal sama dengan orang lain.

KIta lupa rasanya betapa bahagianya kita memiliki kulkas pertama kita yang sederhana, kita lupa rasanya.

Social media sekarang ini membuat kita harus lebih kuat lagi bertahan. Bukan hanya materi, pribadi orang pun bisa menjadikan kita ikut berpikir gelisah.

Wah dia bisa ngetop, bikin apa saja dia berhasil. Temannya banyak, sekali twit orang-orang pada mereply atau meng-RT. Jelas itu membuat kita berpikir akan diri kita sendiri. Saya harus bisa begitu!

Saya harus bisa begitu?
Mungkin perlu dipikirkan lagi. Terus terang kebanyakan melihat keadaan luar membuat kita lupa akan diri sendiri. Sebenarnya kenyamanan itu punya kadar tersendiri di tiap manusia. Seperti saya mungkin. Saya merasa nyaman dengan mengenakan baju yang mungkin bagi orang lain itu tidak up to date, atau ketinggalan zaman. Tapi karena saya nyaman kenapa pula saya harus peduli dengan pendapat orang.

Apakah jika saya mengenakan baju yang up to date bisa membuat saya nyaman? bisa jadi itu berlaku untuk orang lain tetapi tidak untuk saya.

Terlalu banyak informasi juga bisa mempengaruhi diri. Memang ada baiknya jika bisa mengubah pribadi kita menjadi lebih bijak. Artinya semakin banyak pilihan yang bisa jadi bahan untuk membuat hidup kita lebih berkualitas, tetapi kalau sudah melampaui kapasitas kita sendiri, itu mungkin saat kita harus refleksi diri.

Saya beberapa hari ini merasa, kenapa saya menjadi orang lain. Kenapa saya harus mendengar apa yang dikatakan orang terhadap saya. Kamu kan susah kalau gitu? ya itu mungkin standar umum, tapi jika saya bisa menikmatinya why not?

Hidup adalah pilihan, dan pilihan itu bukan tentang pendapat umum terhadap sesuatu, tetapi apa yang kita rasakan nyaman dan bisa kita jalani.

Seorang ksatria tidak akan merasa “menyelamatkan” rakyatnya. Tetapi dia telah bahagia menjaga kepercayaan diri dan keyakinannya tentang pilihannya.

I hope I could be like that ^^

26 thoughts on “Life is about ourselves, not others”

  1. *jleb*

    Mamiee! Aku rindu!
    Hahaha, minggu terakhir tahun 2014 adalah masa paling gelap (selain karena winter), dan juga pikiran penuh dengan hal-hal seperti itu. Ternyata ucapan-ucapan seperti,

    “kamu udah kemana aja? udah di eropa kan. masa gak kemana-mana?” membuat saya terus berpikir mengenai semua destinasi. Membuat iri, membuat marah pada diri sendiri harus membuktikan sesuatu. Sampai akhirnya ada yang menampar. Hidup itu memang selalu adil kok. Tergantung melihat kedalam diri sendiri dan tidak perlu membandingkan dengan orang lain *jadi curhat*

    Rasanya aneh, saya harus berjalan sejauh ini untuk bicara prioritas, mengenali diri sendiri, berpikir lagi tentang apa, siapa dan bagaimana kedepannya. Bahwa perjalanan orang lain belum tentu sesuai dengan rutemu, gayamu, ataupun sepatumu, mending fokus pada apa yang ingin kau lakukan dan bagaimana mewujudkannya.

    ^^v, ganbatte ne. mamie san.

  2. Deh baruka baca ini komen hahahaha… tidak tertib buka blog :))

    Dear iqko,
    Real journey is the journey within
    Jadi jangan harap saya akan cemburu dengan orang orang yang sudah mengelelingi dunia, saya hanya cemburu sama orang yang bisa memahami dirinya, dunianya dan menikmati bagaimana pun keadaannya.

    Tapi memang tawwa hidup yang kita lalui seakan menjadi cermin, ujung-ujungnya memang harus melirik, menilik hati sendiri

    Tapi itu mi, don’t let others destroy your inner peace, saya selalu mengingat ini kalau sudah mulai galau karena orang lain. have to change the your world but not because others say it so. jagoku berbahasa inggris di :p

    Tapi sepertinya ipod tetap dibutuhkan untuk inner peace, jangan sampai winter berikutnya dia belum ada hahahaha…

    Semangat Iqko, you are on your journey!

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *