Selamat Jalan kak Lily

“It is the supreme art of the teacher to awaken joy in creative expression and knowledge.”

Albert Einstein

Saya adalah hasil dari yang saya pelajari selama saya hidup. Salah satunya kesukaan akan menulis. Kalau diingat-ingat blog saya itu dimulai dari bulan November 2006. Pertama berusaha menulis dengan terlibat dalam Komunitas Blogger Makassar, yang sampai sekarang masih eksis.

Tadi malam sebelum tidur, Daeng Ipul menyampaikan kabar duka. “Kak Lily meninggal dunia,” Innalillahi wa innailaihi rojiun. Lama memang tak mendengar kabar dari Kak Lily karena menetap di Melbourne Australia. Saya pun karena kesibukan jarang untuk mengecek sosial media, tempat dimana bisa memperoleh kabar dari kerabat dan teman.

Sedih rasanya, tiba-tiba ingatan saya beralih ke saat pertama saya berinteraksi dengan Kak Lily. Beliau sebagai founder Panyingkul, jurnalisme warga yang punya nama dan disegani karena karya-karya jurnalis yang merupakan dari warga tanpa embel-embel wartawan. Kak Lily senantiasa menebarkan semangat menulis yang bukan sekadar menulis. Menulis yang sesuai kaidah jurnalistik yang bisa dilakukan oleh siapapun.

Saya tertarik dan mencobanya. Satu tulisan saya munchul di web Panyingkul. Satu saja, dan itu susahnya minta ampun. Kak Lily beberapa kali mengembalikan tulisan saya dan memberikan koreksi teknis di tulisan saya. Tapi satu itu membekas hingga kini, dan satu itu menjadi awal dari tulisan-tulisan lain yang saya olah untuk kepentingan jurnalis. Sebagai humas, menyampaikan pesan dengan tepat sangatlah penting. Terima kasih saya untuk Kak Lily

Saya mungkin tidak akan bisa menjadi penulis profesional, tapi ajaran yang diberikan oleh kak Lily dan beberapa orang orang terdekat saya membuat saya terbentuk dan mempunyai karakter sendiri. Saya tidak ragu-ragu menuliskan berita dengan ranah yang luas. Bahkan saya dapat mengoreksi tulisan-tulisan yang dihasilkan oleh teman-teman untuk kepentingan pekerjaan.

Alhamduillah terima kasih Kak Lily, satu tulisan yang kak Lily ajarkan bisa berkembang menjadi banyak. Saya yakin ini yang kak Lily inginkan. Semangat menulis yang menyebar dan akan terus hidup selamanya. Selamat jalan kak, you are still living in us.

https://id.wikipedia.org/wiki/Lily_Yulianti_Farid

Keamanan di Dunia Maya, Blogger Berbagi

Seperti halnya di dunia nyata, keamanan di dunia maya juga sangat diperlukan. Kalau di dunia nyata kriminalitas juga nyata sehingga antisipasi dapat dengan nyata dilakukan. Contoh dengan mengunci pintu, memasang CCTV, menghindari kerumunan di daerah yang rawan dan lain-lain. Tetapi di dunia maya tidak dapat kita lihat dengan nyata. Keadaan ini membuat kita seharusnya lebih berhati-hati. Semua kejahatan yang dapat terjadi di dunia maya harus dibayangkan karena memang tidak bisa terlihat dengan nyata.

Hari Sabtu, tanggal 18 Februari 2023 di rumah salah seorang rekan Bogger Makassar, Daeng Ipul dari SafeNet berbagi “awareness” tentang keadaan-keadaan yang memungnkinkan terjadi di dunia nyata. Dihadiri sekitar belasan orang yang kebanyakan terdiri dari ibu-ibu ini terlihat antusias ikut berbagi pengalaman tentang kabar kabar yang terjadi di dunia maya. Penipuan, peretasan dan lain-lain menjadi bahan perbincangan.

Memang saat membicarakan berbagai kondisi tersebut timbul perasaan insecure. Jika saja perangkat yang kita gunakan sehari-hari ini bisa lepas tentu sudah otomatis kita akan terhindar dari kejahatan yang ada di baliknya. Namun, seperti saya, telepon genggam, pad, laptop seperti sudah tidak bisa terpisah dari kegiatan sehari-hari. Perangkat ini menjadi seperti tangan dan kaki dalam bekerja. Mau tak mau saya harus meningkatkan ketahanan data agar bisa aman dari segala modus kejahatan yang sekarang sering terjadi di dunia maya.

Ada beberapa yang menjadi perhatian dari kehati-hatian bagi saya yang harus saya perbaiki, antara lain:

  1. Memisahkan perangkat yang saya gunakan untuk bekerja dan untuk pribadi termasuk dengan nomor telponnya.
  2. Permission yang kadang kita iyakan saat menginstal satu aplikasi rupanya digunakan untuk aplikasi tersebut “mengikuti” kita dan “mengawasi” gerak gerik kita
  3. Menghapus aplikasi yang jarang kita gunakan (tidak terlalu penting)
  4. Mengaktifkan two way verification, yang menjamin bahwa kunci pintu yang kita gunakan selama ini bisa berlapis
  5. Selalu mempertimbangkan proses akses yang mudah tetapi beresiko tinggi
  6. Memilih aplikasi dengan bijak, mempelajari latar belakang dan sekuritasnya
  7. Memperhatikan koneksi WiFi untuk lebih memilih koneksi pribadi daripada publik

Dari berbagi ini ada banyak pelajaran yang kita bisa ambil untuk meningkatkan kehati-hatian dalam menggunakan perangkat elektronik. Namun ini akan menjadi pilihan bagi pribadi-pribadi. Mau aman minim resiko, haruslah jadinya ribet sedikit. Mau mudah akan beresiko tinggi. Semoga kita selalu dapat menentukan keputusan yang baik untuk diri kita sendiri sehingga kejahatan yang banyak terjadi saat ini di dunia maya dapat dimitigasi semaksimal mungkin.

ly, batik air on the way to Jkt

Vaksinasi kedua, done!

Saya sempat kuatir dimana akan melakukan vaksinasi kedua. Soalnya sekarang saya di Makassar sementara vaksinasi pertama saya lakukan di Jakarta.

Saat di Jakarta, alasan saya melakukan vaksinasi memang lebih besar karena alasan kartu vaksin. Aturan PPKM di Jakarta mengharuskan para calon penumpang pesawat harus memiliki kartu vaksinasi. Seperti yang telah saya sampaikan di tulisan saya sebelumnya, akhirnya saya berhasil berangkat ke Makassar

Schedule vaksinasi kedua yang telah ditentukan adalah tanggal 5 Agustus 2021. Beruntung mendekati waktunya banyak program vaksinasi kedua yang dilakukan di Makassar. Tetapi mungkin saya memang berjodoh dengan program Gerai Vaksin Presisi yang diprakarsai oleh POLRI. Di Makassar program ini dilaksananak di RS. Bhayangkara yang bertempat di Jl. Letnan Jenderal Jl. Andi Mappaodang No.63 Makassar. Melalui link pendaftaran saya mengisi data diri pada tanggal 4 Agustus 2021, syarat yang ditentukan oleh program ini yaitu mendaftar sehari sebelum jadwal vaksinasi. Agak berbeda dengan yang di Jakarta dimana kita bisa memilih hari vaksinasi dan mengetahui bahwa kuota hari tertentu sudah penuh atau belum.

Pukul 7 pagi saya berangkat menuju RS. Bhayangkara dengan harapan bisa mendapatkan giliran lebih awal. Jadwal vaksinasi yang disampaikan di web adalah dimulai pukul 8 s/d 10 pagi. Tetapi begitu saya tiba rupanya sudah banyak orang yang menunggu dan proses pendaftaran ulang sudah dimulai. Dari pendaftaran online rupanya ada sekitar 120 orang pendaftar di hari itu. Saya bisa mengetahui data tersebut karena duduk di sebelah petugas wanita yang menangani pendaftaran ulang.

Saya melihat dia agak kewalahan sehingga saya berniat membantu sambil menunggu giliran. Cara menandai dan mencatat tanpa memberikan nomor bisa jadi akan membuat kekacauan. Akhirnya saya ikut mencatat nama dan memberi nomor kepada para pendaftar. Ada juga yang mencoba berkeras sudah mendaftar. Kalau seperti ini saya yakin orang kita membang terbiasa mencoba semaksimal mungkin walaupun tidak sesuai prosedur.

Saya mendapatkan nomor urut 34. Para peserta vaksin digilir per 30 orang untuk mencegah penumpukan di lantai dua tempat vaksinasi dilaksanakan. Setelah di lantai dua kita tetap harus menunggu giliran untuk screening. Screening vaksinasi kedua mungkin tidak seketat vaksinasi pertama, karena yang dilakukan hanya tensi darah. Itupun hasil tensi disampaikan ke yang bersangkutan dan kemudian disampaikan ke petugas berikutnya.

Suasana antrian di lantai 2 RS Bhayangkara Makassar

Agak berbeda juga dengan penanganan di Jakarta. Ruang untuk wanita berhijab tidak ada. Tetapi saya sudah mengantisipasi dengan menggunakan kardigan agar lebih mudah membuka ruang untuk di bagian lengan. Konsekwensinya proses jadi lebih cepat, dan itu saya syukuri. Alhamdulillah proses vaksinasi kedua berjalan lancar.

Tapi kali ini mungkin bukan lagi dengan alasan kartu. Dari banyaknya kasus covid-19 banyak bukti bahwa vaksin covid-19 sangat membantu meringankan gejala bagi orang yang terpapar virus. Tidak menjamin tetapi namanya ikhtiar kita tetap harus berusaha untuk berbuat yang terbaik untuk diri sendiri dan orang lain.

Vaksinasi Kedua

Sebagai penyintas covid, saya tidak ingin merasakan lagi keluhan akibat terpapar virus ini. Walaupun kategori ringan bagi saya tergolong berat. Mungkin lebih ke psikis dimana kabar-kabar tentang covid ini mengerikan. Orang-orang terdekat sudah banyak yang berpulang akibat pandemi ini. Tetapi masih banyak juga yang menganggap enteng, menganggap bahwa berita tentang pandemi ini adalah tidak benar. Mungkin memang banyak berita yang terlalu dilebih-lebihkan apalagi di media sosial atau pun di media online. Tetapi bagi saya, melihat di sekeliling adalah lebih nyata. Di sosial media sudah banyak berita duka yang merupakan lingkaran pertemanan yang dekat. Dan jika masih ada orang-orang yang menyatakan ketidak percayaannya terhadap pandemi ini, mungkin dia belum membuka mata lebar-lebar. Atau mungkin kurang empati terhadap orang-orang yang harus merelakan kepergian orang-orang tercinta akibat covid 19 ini.

Harapan terbesar adalah pandemi ini berakhir. Kita bisa berkegiatan tanpa ada kekuatiran terpapar virus. Apalagi kegiatan saya lebih banyak bertemu orang. Masih banyak juga masyarakat lain yang terdampak ekonomi akibat pandemi ini. Perketat protokol kesehatan, minum vitamin juga merupakan ikhtiar selain vaksin. Semoga kita semua selalu sehat dan tetap bersyukur atas apapun yang terjadi.

In Memoriam Taufik Fachrudin

“Ke sini maki mbak Lily, banyak yang ngumpul di sini teman-teman Pak Taufik dan teman-teman ex Maruki,” kata mbak Ita dengan suara bindeng. Kedengarannya seperti habis menangis. Hati saya tersentak, ini kenyataan bahwa Pak Taufik mantan pimpinan saya yang telah bersama kurang lebih 13 tahun berkumpul dalam satu perusahaan, yang sedang berada di RS Dadi Makassar dalam keadaan kritis akibat terpapar virus Covid-19.

Saya bergegas ke tempat yang disampaikan oleh Mbak Ita salah seorang mantan teman sekantor yang juga dekat dengan beliau.

Sambil mengendarai mobil, pikiran saya membawa ke kenangan-kenangan bersama beliau. Betapa banyak yang berbekas di hati dan ingatan. Semua berkumpul menyatu dan membuat saya merasakan kesedihan yang mendalam. Ya Allah sembuhkanlah beliau.

Namun doa dan harapan saya tidak diijabah oleh Allah. Maghrib dalam perjalanan pulang ke rumah, mbak Ita menelpon lagi. Kali ini disertai tangisan, “ Mbak Lily Pak Taufik sudah pergi..”

Saya terhenyak, seperti tidak bisa membedakan yang mana kenyataan yang mana khayalan. Walaupun di mulut saya mengucapkan Innalillahi wa innailahi rojiun, tapi saya belum sepenuhnya sadar atas apa yang saya ucapkan.


“Pak saya ikut ya, menghadap pak Menteri,” sedikit merengek

“Apa yang kau mau bilang? Jangko bikin malu-malu itu”, jawabnya, ciri khas beliau.

“Tenang maki pak, kasih ma kesempatan bicara saja, nanti saya yang menjelaskan keadaannya.”

Ini adalah salah satu dari kebaikan pak Taufik dalam membantu pekerjaan saya. Ketika saya kebingungan tidak bisa mendapatkan izin untuk pelabuhan terminal khusus yang terhambat, tanpa alasan yang jelas. Dengan kesempatan itu alhamdulillah, proses izin yang saya harapkan bisa berjalan mulus. Tidak pernah berhenti saya mengucap terima kasih ke beliau untuk bantuan-bantuan seperti ini.

Bersama Bapak Menteri Perhubungan RI

Saya mengenal pak Taufik di Jakarta, saat itu sekitar tahun 1997 di saat akan memulai pabrik kayu yang menempatkan beliau menjadi pimpinan saya. Saya ingat pertama beliau mengedarai mobil Peugeot berwarna biru, saya diantar untuk mengurus fasilitas master list di Badan Koordinasi Penanaman Modal. Semua kita lakukan bersama untuk membangun perusahaan yang sekarang terletak di Kawasan Industri Makassar.

Bukan kali itu saja saya naik mobil milik pak Taufik. Ketika saya menikah di tahun 1998, mobil Mercedez Benz menjadi kendaraan yang saya gunakan di prosesi pernikahan tersebut. Keluarga beliau sudah seperti keluarga sendiri.

Bahkan pernah dan sangat jelas berbekas dalam ingatan ketika saya berbicara ke beliau tentang mobil Alphard yang dimilikinya. “Pak enak ya  bapak punya Alphard, tapi lebih enak saya yang bisa menikmati tanpa harus memikirkan cicilannya,” saya mengucapkan sambil tertawa.

Kenangan terakhir bersama beliau ketika bertemu di Jakarta bulan April 2021 yang lalu. Seperti biasa saya semobil lagi dengan beliau. Saya juga sempat berkunjung ke kantor Perseroda sebelum beliau akhirnya berhenti menjadi Direktur. Di kantor tersebut saya bertemu dengan banyak teman-teman dari perusahaan sebelumnya. Bapak memang sangat memperhatikan teman-temannya. Tidak heran kalau beliau memiliki teman dari segala kalangan.

Selamat jalan pak you will be missed 🙁

Covid ini jahat, banyak sekali orang-orang yang saya kenal akhirnya berpulang dengan tiba-tiba. Random pula. Sedihnya karena tidak menyangka Pak Taufik menjadi salah satu yang dipilih. Saya sedih dengan keadaan ini, sedih karena kehilangan sahabat, kehilangan orang yang selama ini banyak membantu saya. Saya sedih mengingat istri dan anak-anaknya, mengingat keluarga besarnya. Semoga mereka semua dapat menghadapi kenyataan yang bagi saya pun seperti ilusi.

Selamat jalan pak Taufik, you really will be missed.

Mengapa harus TKA?

Saya sudah terbiasa mendapatkan link-link tentang berita sentimen negatif terhadap Tenaga Kerja Asing (TKA) di group-group WhatsApp. Tapi baru kali ini saya merasa ingin menulis mengenai hal tesebut. Niatnya sekadar berbagi pemahaman tentang apa yang terjadi dengan penggunaan TKA di Industri-industri pionir dalam rangka investasi yang sedang digiatkan oleh pemerintah Indonesia.

Rasanya kita semua tahu jumlah penduduk di negeri China. China masih merupakan negara yang paling banyak penduduknya di dunia. Indonesia berada di peringkat ke-empat setelah China, India dan Amerika Serikat. Lalu kenapa kenapa perusahaan di Indonesia harus “mengimpor” TKA di saat banyak orang Indonesia yang juga membutuhkan pekerjaan? Kenapa pula harus dari China?

Menilik dari sejarah, kerja sama bilateral antara Indonesia dan China  sudah berlangsung selama kurang lebih 70 tahun. Dengan berfokus pada peningkatan ekonomi regional, ASEAN dan ASIA kemudahan-kemudahan diberikan dalam kerja sama kedua negara, termasuk di bidang ekonomi.

China yang merasa berkepentingan untuk tetap bisa mensuplai kebutuhan industri di negaranya akhirnya turut serta untuk berinvestasi membangun pabrik-pabrik di Indonesia dengan investasi sendiri atau bekerja sama dengan pengusaha Indonesia.

Dalam kegiatan investasi khususnya untuk industri, Indonesia banyak terbantu dengan adanya investasi dari luar negeri. Pasar adalah hal yang utama dalam usaha industri. China memiliki basis industri yang kuat, sementara Indonesia berlimpah sumber daya alam. Belum lagi untuk dana pembangunan industri-industri strategis yang tergolong padat modal. Saya ingat bagaimana perusahaan tempat saya bekerja harus mengeluarkan modal sendiri di awal pembangunan sebelum perbankan akhirnya memberikan bantuan kredit. Modal sendiri yang dimaksud ini adalah salah satu bentuk kerja sama investasi business to business.  Selain alasan tersebut,  teknologi industri khususnya pengolahan dan pemurnian mineral di  Indonesia  masih belum bisa menyaingi luar negeri. Banyak hasil dari  lembaga-lembaga riset di Indonesia yang walaupun dinilai berhasil menciptakan teknologi, tetapi belum dapat diaplikasikan pada kegiatan industri. Belum proven, sementara industri pasti memilih teknologi yang efisien dan terjamin di segala aspek, salah satu yang penting adalah aspek lingkungan.

Industri memang memiliki impact yang cepat dalam peningkatan ekonomi. Kita tahu beberapa negara maju karena industrinya, dan saat ini China yang memegang peranan penting dalam industri, dan pasti berusaha untuk mempertahankan posisinya. Sebelumnya dengan mengimpor bahan baku ke negaranya, mereka tetap bisa stabil. Namun negara-negara pemilik bahan baku mulai sadar bahwa mereka bisa terkuras hingga habis. Philipina dan Indonesia adalah dua negara yang mulai menghentikan suplai ke China.

Sejak Pemerintah melarang ekspor mineral khususnya bijih nikel mulai Januari 2020, Sumber Daya Alam berupa hasil tambang yang salah satu contohnya adalah nickel ore (pasir yang mengandung mineral nikel) harus melalui proses pemurnian jika ingin diekspor. . Tujuannya untuk membangun industrialisasi di dalam negeri yang akan memberikan nilai tambah pada hasil tambang sehingga meningkatkan nilai eskpor agar neraca perdagangan negara menjadi surplus.

TKA untuk Pembangunan Pabrik

Proses konstruksi kebanyakan masih menggunakan  TKA. Walaupun ada gambar kerja,  alih informasi jika dikerjakan oleh TKI bisa saja terjadi kesalahan.  Kebanyakan kontrak pembangunan menggunakan proyek EPC (Engineering Procurement Construction). Proyek EPC adalah salah satu bentuk konsep manajemen proyek yang melimpahkan tanggung jawab atas kegiatan perancangan/desain (Engineering), pengadaan material/peralatan (Procurement) dan pelaksanaan konstruksi (Construction) kepada kontraktor EPC Tujuannya mempercepat proses pembangunan sehingga proyek dikerjakan oleh satu pihak saja, lebih efektif dan efisien. Apalagi dengan contoh industri smelter, yang dibuat adalah konstruksi Electric Furnace (tungku elektrik) yang di Indonesia adalah teknologi yang terbilang baru. Efektifitas dan efisiensi jadi pertimbangan untuk membangun sebuah industri karena berhubungan dengan modal yang digunakan.

TKA untuk Operasional Pabrik

Pemerintah sudah menerapkan banyak aturan berkenaan dengan penggunaan TKA. Syaratnya harus  memiliki keahlian dalam menjalankan produksi. Setiap TKA didampingi oleh minimal 10 TKI, dan proses alih teknologi harus terjadi, dan menjadi tanggung jawab perusahaan ke pemerintah pada saat pengajuan TKA berikutnya. Pelaksanaan aturan ini diawasi oleh Kementrian Tenaga Kerja. Bersyukur juga dengan begini kita tetap bisa belajar dari para  TKA yang datang dan alih teknologi bisa berjalan.

Kenapa bukan TKI saja yang bekerja?

Dari pengalaman saat perekrutan, sumber daya manusia yang melamar kerja masih kurang spesifik dapat memenuhi kebutuhan industri. TKI pada umumnya berpendidikan umum sementara di perusahaan membutuhkan tenaga-tenaga yang memiliki keahlian spesifik. Dari proses pendidikan hingga kesiapan bekerja masih tidak sinkron. Banyaknya lulusan S1 yang akhirnya tidak dapat bekerja karena tidak sesuai dengan kebutuhan lapangan kerja menjadi indikator bahwa ada sistem yang perlu diperbaiki.

Salah satu contoh, S1 Teknik Mesin misalnya, walaupun secara teori menguasai tentang alat las, namun yang dibutuhkan adalah tenaga yang bisa memegang dan mengoperasikan alat tersebut, karena sifatnya keahlian ini butuh waktu untuk mempelajarinya. Keahlian yang merupakan hard skill adalah kriteria setelah soft skill.

Pemerintah telah mencanangkan program Vokasi Industri. Vokasi industri adalah sinkronisasi penyiapan tenaga kerja siap pakai antara lembaga pendidikan dan industri-industri yang ada. Walaupun agak terlambat tetapi hasilnya mulai nampak. Perusahaan membina beberapa SMK dengan menyesuaikan kurikulum pendidikan dengan kebutuhan industri.

Kesiapan mental dalam bekerja pun sangat penting. Dari pengalaman saya, pengetahuan tentang sikap dan toleransi terhadap budaya kerja ini yang masih kurang. Lebih banyak menuntut hak sebagai pekerja dibanding memperbaiki diri sendiri. Saya sering menyampaikan dan mengingatkan  ke teman-teman, penentuan harga kita sebagai karwayan itu bukan dari aturan, tetapi dari kemampuan kita dalam  menguasai pekerjaan. Saya yakin dengan kompetensi yang dimiliki kita akan memiliki nilai jual, dan pasti perusahaan pun akan menjadikan aset yang berharga dan memelihara kita. Mentalitas kebanyakan karyawan atau calon karyawan masih berpikir, yang penting bisa kerja dan dapat uang bulanan. Sementara dari sisi perusahaan manpower adalah salah satu aset yang menentukan untuk perusahaan bisa berkembang.

Mempekerjakan TKA walaupun dari segi biaya mahal, tetapi karena kesiapan mereka bekerja dan hasil yang dicapai hitungannya menjadi lebih efektif. Jika TKI bisa menyamai kemampuan TKA saya yakin perusahaan akan memilih untuk mempekerjakan TKI dan tidak perlu mengikuti proses yang sangat ketat yang telah ditetapkan oleh pemerintah dalam mempekerjakan TKA.

Lalu apa yang harus dilakukan?

Stop Talking, Action!

Kadang karena kita sibuk dengan mengeluarkan pendapat apalagi menghujat, kita lupa untuk melakukan sesuatu. Jika dikatakan bahwa berbicara saja dapat merugikan kita, saya setuju. Masing-masing pasti punya tugas dan tanggung jawab, dan kesempatan untuk melakukan sesuatu jadi hilang. Berhentilah berperan menjadi Presiden jika kamu bukanlah orangnya. Tetapi sebagai karyawan seperti saya, saya harus membuat konsep bagaimana caranya agar masyarakat di sekitar pabrik yang tidak punya  pekerjaan dapat produktif. Apakah sebagai pekerja atau sebagai pengusaha mandiri.

Saya pikir semua juga punya tugas, jika sebagai seorang mahasiswa masanya bagi dia untuk mempersiapkan dirinya sebagai generasi penerus bangsa. Tapi kalau tujuan politik, ya mungkin tidak apa-apa jika belajar untuk menyuarakan pendapat. Cuma saja mentalitas penting karena jangan sampai menjadi politikus yang mengatasnamakan kepentingan rakyat padahal untuk kepentingan diri sendiri. Who knows?

Intinya berbuatlah yang terbaik untuk peranmu saat ini. Semakin fokus dengan itu insha Allah akan mengarah menjadi lebih baik. Soal TKA, semoga mereka bisa cepat melakukan pekerjaannya termasuk memberikan pengajaran kepada para tenaga kerja lokal.

(disclaimer: penulis cuma salah satu unsur manajemen yang menulis berdasarkan pengamatan dan pengalaman)

Akhirnya Saya Divaksinasi

Bagi saya sebagai penyintas Covid-19, persoalan vaksin tidak terlalu menarik perhatian saya. Apalagi sudah dua kali saya memeriksakan tentara-tentara yang ada di tubuh saya setelah perlawanan dengan virus Covid-19 di awal Februari 2020 ini masih banyak. Secara kuantitatif nilainya >250. Saya berpikir cukuplah sebagai proteksi apalagi saat ini Covid-19 hadir lagi dengan istilah varian Delta dan Kappa.

Pemerintah memutuskan untuk melaksanakan PPKM (Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat) Darurat dari tanggal 3-20 Juli 2021 untuk Jawa dan Bali. Saya sedang berada di Ibukota Jakarta. Sudah pasti aturan tentang PPKM ini jadi perhatian buat saya karena pekerjaan saya adalah bertemu dengan relasi dan di banyak tempat.

PPKM Darurat (sumber: Liputan 6)

Pada poin 12,  harus menunjukkan Kartu Vaksin covid minimal dosis pertama untuk perjalanan domestik dengan moda transportasi jarak jauh seperti pesawat, bus dan kereta api. Saya belum memiliki Kartu Vaksin.

Untuk persyaratan PCR bisa dengan mudah kita penuhi, di Jakarta saya kebanyakan melakukan swab di Rumah Sakit Siloam T.B. Simatupang, selain dekat dengan domisili, layanan drive thru sangat penting di saat ini, untuk meminimalisir kontak dengan orang lain.

Kartu vaksin yang sebelumnya saya tidak anggap penting akhirnya mau gak mau harus diusahakan. Jadinya saya berusaha mencari informasi dimana tempat di Jakarta untuk bisa melakukan vaksinasi.

Di setiap puskesmas rupanya ada. Puskesmas Pondok Pinang juga menyediakan layanan tersebut. Tetapi kondisinya menurut saya mengkhawatirkan. Banyak orang berkumpul dan kelihatan kurang terorganisir. Beruntung di group WhatsApp teman-teman blogger Makassar Daeng Sukri memberi informasi

Gerai Vaksin Presisi Polda Metro Jaya

Saya akhirnya mendaftar online di Gerai Vaksin Presisi tersebut. Saya mendaftar tanggal 5 Juli 2021 dan mendapatkan giliran vaksin di tanggal 8 Juli 2021 pada pukul 14.00. Sehubungan masih berlakunya PPKM, saya menyiapkan Surat Tugas, berjaga jangan sampai saya tidak dapat sampai ke tujuan akibat penyekatan.

Dari daerah Pondok Pinang ke Salemba Raya lumayan jauh. Untung ada kendaraan yang bisa saya gunakan sendiri karena supir yang biasa mengantar tidak bisa masuk ke Jakarta karena adanya penyekatan. Dia bermukim di Depok. Saya berangkat pukul 12.00 dan setelah berputar-putar karena mencari jalan yang terbuka akhirnya tiba di Capitol Park Residence pukul 13.30. Untung belum waktunya. Setelah tiba ternyata tempat yang diperuntukan untuk vaksin sangat luas. Pelataran parkir yang dipasangi tenda besar dan dijaga oleh petugas-petugas yang ramah.  Proses pendaftaran ulang pun tidak sulit, screening oleh dokter disiapkan di banyak meja sehingga tidak menyebabkan penumpukan.Saya sempat kuatir dengan tensi 140/110. Tidak biasanya saya dengan tekanan darah setinggi itu. Mungkin juga tegang atau baterai Omron, alat tensi elektronik, masih baru. Alhamdulillah menjadi 130/110 setelah dokternya memberikan mantra. “Jangan tegang bu, rileks saja.”

Pintu Masuk Gerai Vaksin Presisi di Capitol Park Residence

Ruangan untuk vaksin pun khusus bagi wanita yang berhijab. Tidak ada terlihat yang bertumpuk, semua jaga jarak walaupun sepertinya ada sekitar 100 orang saat saya berada di sana.

Penting untuk diingat bahwa pencatatan data pribadi harus benar. Beberapa teman saya yang sudah vaksin tidak mendapatkan sertifikat online akibat data yang kemungkinan keliru, atau diinput salah oleh petugas.

Melalui website PeduliLindungi, sekitar pukul 19.00 saya mendapatkan bahwa data saya sudah terinput dan sertifikat vaksin juga  sudah ada. Semoga ini bisa menjadi persiapan saya dalam melaksanakan pekerjaan di masa pandemi yang tak menentu ini. Jadwal vaksinasi kedua adalah awal bulan Agustus. Jika saya masih berada di Jakarta, saya akan tetap memilih gerai ini untuk melaksanakan vaksinasi. Semoga target vaksinasi yang dicanangkan pemerintah bisa segera terpenuhi sehingga tidak lagi banyak kabar menyedihkan akibat kepergian orang-orang di sekitar kita. Dan pandemi bisa berlalu…

Cara Vaksin Bekerja

Berdamai dengan Covid-19

Terlambat sebenarnya saya menuliskan ini, tetapi mending lambat dari pada tidak sama sekali bukan?. Sekarang ini sudah memasuki gelombang kedua pandemi Covid-19 di Indonesia. Saya masih di Jakarta dan tidak bisa berkegiatan di luar rumah akibat banyaknya saudara-saudara kita yang terkena Covid-19 di Indonesia.

“Ada seratusan orang yang kena di kementrian bu, termasuk pak Direktur”, kata salah seorang kasubdit di salah satu kementrian yang terletak di jalan Gatot Subroto, Jakarta. Belum lagi seorang teman menghubungi. “Li, kamu punya oksigen? Adik saya di Jakarta kena covid dan saturasinya 90, dadanya sesak,” otomatis saya ikutan panik. Saya menghubungi kakak saya yang di Bekasi menanyakan soal tabung oksigen yang dipakai oleh almarhumah mama sewaktu sakit. Alhamdulilah masih ada, tetapi belum tahu apakah masih ada isi atau tidak. Nantilah pikirku. 

Panik? Iya pasti. Sama seperti paniknya saya waktu mendapat Surat Keterangan hasil swab PCR yang saya lakukan di bulan Pebruari beberapa bulan yang lalu. Dugaannya saya terkena saat perjalanan dari Jakarta ke Makassar saat itu. Kondisi pun lagi tidak dalam keadaan fit. Karena saya ingin pulang ke Makassar menemui Daeng Ipul yang juga datang ke Makassar dari Jayapura. Rupanya kangennya berbuah yang lain. Covid juga ikutan hadir. Beruntung hanya saya yang kena dan harus mengisolasi diri di Hotel Swiss-Bell di Makassar. Isolasi di hotel ini adalah program Wisata Covid yang dicanangkan oleh Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan sejak covid hadir di Indonesia. 10 hari saya menghabiskan waktu di hotel tanpa interaksi, seorang diri. Keluar kamar hotel hanya pada saat pagi yang cerah untuk berolah raga, jika hujan saya berada di dalam kamar hotel sepanjang hari.

Lalu apa yang saya dapatkan dari kebersamaan saya dengan covid ini? Beberapa catatan yang mungkin bisa menjadi bahan untuk berbagi.

1. Jangan Panik

Asli ini sikap yang paling utama. Harus realistis bahwa virus covid bisa masuk dalam tubuh semua manusia. Tergantung daya tahan tubuh dan banyaknya virus yang bertebaran di luaran. Keduanya bisa kok diidentifikasi. Contohnya kalau sudah merasa lemas, janganlah berkegiatan di luar rumah atau mengunjungi tempat publik dan bertemu dengan orang yang mungkin saja baru bertemu dengan orang lain. Kemudian untuk banyaknya virus covid di luaran bisa kita dapatkan melalui informasi berapa banyak yang terinfeksi. Apakah menanjak naik atau datar saja. 

2. Periksakan diri dengan Swab Antigen atau PCR

Jangan sampai keraguan melanda. Pemeriksaan penting untuk melakukan tindakan selanjutnya. Tapi benar juga kadang kita denial, tidak mau menerima kalau kita ini kemungkinan kena covid. Akhirnya menunda-nunda padahal gejala itu sudah ada. Begitu saya merasa tenggorokan gatal dan badan rasanya tidak nyaman, saya segera melakukan test PCR. Saya ingat waktu itu belum ada swab antigen, PCR pun butuh waktu untuk hasilnya, mana saat itu weekend pula, semua rumah sakit tidak melayani swab PCR. Alhamdullilah saya bisa test di mobil lab PCR yang dimiliki oleh Pemprov Sulsel. Malam Minggu swab hasilnya hari Minggu siang. Dan saya segera mengisolasi diri untuk menghindarkan orang lain di sekitar saya terkena.

3. Lakukan Pengobatan

Saya mengumumkan keadaan saya melalui media sosial. Tujuannya adalah untuk menyampaikan ke teman-teman yang beberapa hari sebelumnya bertemu dengan saya. Supaya dapat memeriksakan dirinya tetapi saya tetap berharap semua baik-baik saja. Dan melalui media sosial juga, semua teman-teman sudah menjadi seperti dokter atau ahli covid. Semua resep yang membingungkan saya terima. Dengan rasa kesyukuran dalam hati bahwa mereka tetap memperhatikan saya. Tetapi bagi saya pengobatan yang terpercaya adalah pengobatan yang dilakukan oleh tim medis yang telah berpengalaman menangani penyakit ini. Di hotel tempat isolasi tim medis juga disiapkan. Setiap sore mereka datang memeriksa keadaan masing-masing orang yang sedang diisolasi. Antibiotik, Antivirus, obat batuk dan vitamin lengkap. Ini adalah obat yang saya dapatkan dari tim medis. Mungkin orang lain resepnya juga berbeda, tergantung gejala yang ditimbulkan oleh penyakit ini. Jadi sebaiknya jika memang terkonfirmasi positif covid sebaiknya berkonsultasi dengan dokter. Minum yang hangat dan ramuan tradisional penting juga untuk mempercepat penyembuhan.

4. Lakukan olah napas dan berkegiatan agar tidak bosan

Beruntung wifi tetap ada. Selain masih bisa bekerja walaupun tidak maksimal, sisanya digunakan tidur-tiduran di kasur sambil nonton Netflix. 10 seasons serial Friends yang sebenarnya sudah saya tonton, akhirnya saya tonton lagi. Satu-satunya serial komedi situasi yang benar-benar bisa menghibur saya. Matras yoga juga kadang saya gunakan tetapi tidak maksimal. Satu kekurangan saat itu adalah kamar yang saya tempati tidak memiliki perputaran udara. Mungkin ini perlu jadi pertimbangan kalau teman-teman isoman. Sangat penting berinteraksi dengan udara yang segar. Untungnya masih diperkenankan setiap pagi ke lapangan dan bisa menghirup udara pantai sepuasnya. 

5. Masa hidup virus covid

Dengan beredarnya keputusan dari Kemenkes berkenaan dengan aturan isolasi mandiri. Saya melakukan isolasi sampai 10 hari saja. Di mana 10 hari dianggap virus tersebut sudah mati. Tidak lagi berada dalam tubuh. Apalagi saya tidak memiliki gejala yang berat. Yang masih memiliki gejala seperti batuk atau sesak, masih harus melalui empat hari lagi. Tidak akan dilakukan test PCR lagi, karena secara medis memang terbukti bahwa setelah 10 hingga 14 hari, virus tersebut tidak lagi berpotensi menyebar alias sudah mati.

6. Adaptasi post covid

Mungkin tidak semua orang merasakan ini. Tetapi bagi saya penurunan stamina setelah covid itu terasa. Saya merasa cepat lelah, malas berbicara dan tidak bersemangat. Sebulan pertama setelah saya isolasi mandiri gejala ini terasa. Untuk meyakinkan bahwa covid tidak meninggalkan apa-apa di tubuh saya, saya melakukan X-Ray Photo untuk Thorax PA (CR) yang gunanya untuk mengecek apakah paru-paru saya baik-baik aja. Alhamdullilah tidak ada tanda tanda yang mengkhawatirkan. Saya mulai melakukan olah raga walaupun tidak berat, minum vitamin dan madu jadi rutin. Dan yang pasti berusaha untuk tetap bahagia sehingga tubuh bisa menjadi sehat.

7. Antibodi

Sebulan setelah terkena covid saya ke laboratorium untuk mengecek secara kuantitatif apakah saya memiliki antibodi yang terbentuk secara alami akibat perlawanan tubuh terhadap virus covid. Alhamdulilah nilainya 134, nilai yang sebenarnya dianjurkan untuk dapat mendonorkan darah kepada saudara-saudara yang memerlukan antibodi dalam bertarung melawan covid. Tetapi sayangnya saya tidak muda lagi. Sebagai wanita dan sudah melahirkan sudah tidak masuk dalam kategori pendonor. Apalagi HB darah saya juga rendah. Di bulan Mei yang lalu saya kembali memeriksa antibodi di lab rumah sakit di Bekasi. Ternyata nilainya > 250. Mungkin saya harus menunggu hingga empat bulan kemudian untuk vaksin jika antibodi tersebut sudah menurun.

7. Protokol Kesehatan dan Hidup Sehat

Dengan antibodi demikian apakah saya santai? Tidak demikian. Saya semakin waspada dalam menerapkan protokol kesehatan. Minum suplemen untuk meningkatkan daya tahan tubuh, dan selalu berusaha untuk merasa bahagia. Antibodi tidak menjamin 100%. Dan jika pun menjamin untuk keselamatan diri bisa saja kita tetap menjadi pembawa virus bagi orang lain. Lagi pula mending vaksin deh daripada divaksin sendiri oleh virusnya. Rasa tidak nyaman saat bernapas, batuknya bukan seperti batuk biasa, tidur pun tidak nyenyak selama si virus masih hidup bersama kita. Jadi tetaplah setia dengan menjaga imun, menggunakan masker dan mencuci tangan. Menghindari kerumunan dan jika bertemu tetap menjaga jarak. Ini adalah cara yang terbaik dilakukan untuk saat ini.

8. Berserah Diri

Ini mungkin pengalaman spiritual saya saja. Selama sakit saya sudah merasa bahwa kemungkinan terburuk adalah kembali ke Sang Khalik, pemilik roh ini. Tingkat kepasrahan saya sudah tinggi, alias bersiap dengan kondisi yang tidak kita pahami karena virus ini menumpang hidup di diri kita. Tetapi saya merasakan bahwa kepasrahan ini membuat saya lebih tenang dan bisa melalui setiap hari dengan menerima setiap keadaan yang dirasakan. 

Semoga pandemi ini cepat berakhir dan masing-masing kita mendapatkan pelajaran berharga. Semoga yang sedang sakit segera disembuhkan dan yang tidak sakit tetap menjaga diri dan menjaga orang lain untuk tidak ikutan sakit.

Tetap sehat, Stay at Home

Dirgahayu Kemerdekaan RI ke -75

Hari ini Senin, bertepatan dengan peringatan ke-75 hari Kemerdekaan Republik Indonesia. Di tengah suasana pandemi covid-19 yang sama sekali tidak terduga sebelumnya kita secara otomatis menyesuaikan dengan keadaan, jika ingin tetap sehat tentunya.

Saya sudah hampir sebulan lebih di Jakarta. Bukannya tidak ingin pulang ke Makassar, kerjaan dan masih ada ketakutan saat naik pesawat di tengah pandemi membuat saya tidak berpikir untuk pulang dalam waktu dekat ini.

Saya jadinya banyak melakukan aktivitas sendiri, menjadi rutin berolah raga ringan dan yoga juga makan makanan yang kata orang kota sehat. Walaupun sebenarnya makanan sehat itu ada di kampung, yang langsung dipetik dan diolah. Untuk pekerjaan karena tidak terpengaruh lagi dengan rutinitas waktu kerja, saya seperti orang yang moody. Kalau mau kerja ya kerja kalau gak ya gak. Untungnya saya tetap bisa konsisten dengan target yang saya tentukan sendiri.

Masya Allah, inilah kemerdekaan yang saya rasakan. Coba saja kita membayangkan peristiwa sebelum merdeka. Pastinya orang-orang hidup dalam ketakutan, makan pun belum pasti. Apalagi mau memilih apa yang dikerjakan, tidak akan banyak pilihan selain untuk hidup saja cukup.

Sayangnya di era kemerdekaan ini, untuk menghargai hidup saja masih kadang harus diingatkan oleh orang lain. Pikiran kita terlalu banyak dipenuhi oleh apa yang dilakukan oleh orang di sekitar kita. Sosial media yang menjamur membuat kita selalu membandingkan keadaan kita dengan orang lain. Ini sepertinya bakalan jadi penyakit. Ya bagusnya jika menjadi motivasi untuk berbuat lebih baik lagi. Tetapi kadang keadaan nikmat orang lain itu diperoleh dengan instan. Orang-orang yang terlahir di keluarga berada, yang terlahir cantik atau ganteng, beberapa hal memang tidak mudah kita bisa mengubahnya. Tetapi itu bukan fokus yang sebenarnya. Karena dengan memperhatikan itu kita jadi lupa bahwa kita ini hidup. Hidup yang bebas berkeinginan dan berpendapat yang diperoleh dari jasa-jasa para pejuang yang telah gugur mempertaruhkan nyawanya untuk kebebasan ini.

Silahkan bebas berkreasi tetapi jangan sampai membuat kita menjadi iri terhadap orang lain. Selalu hargai hidup ini dan nikmati setiap detik yang diberikan.

Merdeka!

#catatanrenungantahun2020

Rasisme di Sekeliling Saya

Sejak kecil saya sudah sering mengalami bullyan soal ras. Saya terlahir half-blooded Chinese-=Makassar. Dari ayah saya mendapatkan marga dan dari ibu saya mendapatkan rasa kecintaan terhadap suku Makassar. Rasisme bukan sekadar soal asal-usul.  Agama pun menjadi salah satu unsur identitas yang sangat mempengaruhi perilaku orang terhadap sesama.

Saya sebenarnya tidak yakin, bahwa kami semua sekeluarga pada dasarnya mendapatkan hidayah untuk bisa ikut menjadi umat Katolik di lingkungan kami. Tetapi sepertinya itu adalah salah satu cara untuk bisa diterima dalam lingkungan tertentu. Menjadi half-blooded sebenarnya tidak mudah. Kami seperti tidak bisa diterima di area manapun. Keluarga ayah yang merupakan keturunan murni dari China menganggap kami seperti orang luar, apa lagi kami tidak mempunyai kekayaan yang bagi keluarga China merupakan suatu bekal untuk bisa bergabung dalam komunitas yang disebut keluarga. Sebagai orang Indonesia dalam hal ini Makassar, kami pun dianggap tidak dapat masuk karena sudah terkontaminasi dengan darah China. Situasi pelik.

Mungkin atas rasa kesendirian itu akhirnya ibu saya menyekolahkan kami di Sekolah Katolik. Sekolah yang sepertinya bisa menerima kami apa adanya tanpa ada penghalang ras. Agar bisa diterima. Tapi benarkah demikian?

Rasisme ini memang sangat dalam melekat di hati masing-masing orang, menurut saya. Walaupun seseorang menyatakan dirinya sebagai seorang humanis, sadar atau tidak dia kadang menampakkan identitas yang seakan membelah humanisme yang diyakininya itu.

Saya ingat ketika masih bersekolah di Taman Kanak-Kanak. Kejadian yang tidak akan saya lupakan selama otak ini masih dapat menyimpan dan mengingat kenangan yang terjadi. Ketika itu saya masuk kelas siang. Seperti biasa sebelum kelas dimulai kami pasti bermain-main dengan teman sekelas. Ada seorang teman yang kalau bicara suku kemungkinan orang Flores. Gurunya pun orang Flores. Seorang ibu dengan badan extra large yang menjadi guru pengganti. Ketika bermain saya mengayunkan tas dan tidak sengaja mengenai muka teman tersebut. Tepat di saat ibu guru itu memasuki kelas. Dia marah besar. Saya tidak paham, bermain memang beresiko tetapi ketika saya dan teman-teman sekelas harus diusir dan dipindahkan ke kelas lain karena dia tidak mau mengajar membuat saya bingung. Saya sepertinya sampai pipis di celana ketika masih merasakan rotannya memukul kepala saya. Tapi itu tidak sesakit saat saya mendengar kata-katanya, “Dasar orang China,” Oh my God, bahkan di tempat yang kami rasa akan menerima kami pun kami mendapatkan perlakuan seperti itu.

Kemudian saya menjadi mualaf, saya seperti diterima dengan saudara-saudara yang beragama Islam. Sebagai seorang yang terselamatkan dan menjadi bagian dari umat muslim. Sebenarnya bukan itu tujuan saya, walaupun itu menjadi kelebihan ketika saya bekerja atau bergaul. Tetapi saya ingin orang-orang menerima saya sebagai manusia, bukan dengan melihat bendera apapun yang ada pada saya saat ini. Apakah jika saya convert mereka akan bersikap yang sama? Wallahualam…

Lalu saya bertanya, apa gunanya identitas ini jika akhirnya akan saling menyakiti orang satu dengan yang lain. Menurut Sadhguru, yogi yang akhir-akhir ini selalu saya dengar perbincangannya dengan para pemuda di India, mengatakan. Intelektual manusia akan secara otomatis memproteksi identitas yang ada pada dirinya masing-masing. Lalu bagaimana cara menghindari itu? Kadang memang tidak sadar kita mengungkap siapa diri kita dengan sikap yang kita tunjukkan. Apakah harus kita kehilangan intelektual agar kita bisa saling menerima dan saling menyayangi?

Trevor Noah, dalam bukunya menceritakan tentang apartheid yang ada di negaranya ketika dia berumur 5 tahun. Kalau membaca buku ini saya masih bisa bersyukur dengan kadar rasisme yang saya terima di Indonesia sejak saya dilahirkan.

Rasisme ini memang sulit untuk ditiadakan. Mungkin juga karena animal insting yang masih ada pada diri kita, mencoba melindungi komunitas sendiri, menyerang kelompok lain, menjadi yang terbaik di antara semua.

Tidak ada kesimpulan di tulisan ini, sekadar menyampaikan bahwa saya masih bergulat dengan bagaimana usaha saya untuk menghilangkan segala label yang ada pada diri ini, selain saya sebagai ciptaan Tuhan.

Jakarta Banjir (lagi)

Perpindahan tahun dari 2019 ke 2020 seharusnya memberikan kesan yang dapat memberikan harapan yang lebih baik. Sayangnya, ibu kota Jakarta yang seharusnya menjadi contoh bagi kota-kota besar di Indonesia ternyata harus melalui suasana mencekam, hanya karena hujan di saat dini hari tanggal 1 Januari 2020.

Saya kebetulan berada di Jakarta, bukan niat mau berpesta untuk mengikuti kemeriahan acara perpindahan tahun, tetapi karena tugas yang tidak dapat ditunda. Lagian selain keluarga di Makassar, ibu dan kakak saya juga bertempat tinggal di Jakarta sehingga saya tetap bisa melalui momen tahun baru bersama mereka.

‘Dimana sekarang? kena banjir gak?’, tanya Daeng yang tetap tinggal di Makassar. Rupanya berita tentang banjir Jakarta sudah menyebar dengan sangat cepat. Namun karena saya tidak lagi sering membaca berita dan kebetulan tidak membuka twitter, saya ketinggalan kabar.

Sejak perusahaan telah memiliki mess, saya sedikit terbantu di akomodasi. Biasanya saya harus ke Bekasi pulang pergi untuk bekerja. Namun mess yang terletak di Pondok Pinang membuat saya betah. Rumah yang nyaman dan suasana yang menenangkan sangat membuat saya betah. Alhamdulillah Pondok Pinang bukan merupakan tempat kunjungan air bah yang datang mengepung Jakarta. Bukan juga cekungan tempat air yang seharusnya tertampung jika curah hujannya tinggi.

Sedihnya adalah pada saat musibah seperti ini, para pejabat kelihatannya cuma menampilkan argumen-argumen tentang usaha-usaha yang telah dilakukang. Saling menyalahkan dan membela diri. Sementara masyarakat yang terkena dampak hanya bisa meratapi nasibnya.

Fenomena masyarakat yang tinggal di bantaran sungai dan daerah cekungan ini mungkin masalah sosial yang memang pelik. Tidak mudah mengatur masyarakat yang memang keseharian tinggal dan berusaha di Jakarta untuk bisa hidup. Beberapa kali diperbincangan mungkin sangat mudah kita memberi pendapat bahwa masyarakat harusnya tidak menempati tempat yang memang menjadi jalur air dari dataran tinggi ke laut. Bahkan memang mereka sengaja menempati tempat-tempat yang merupakan endapat dari sungai yang menjadikan ruas sungai menjadi lebih sempit.

Curah hujan yang tinggi di Jakarta dan daerah sekitarnya memang membutuhkan ruang untuk penampungan saat mengalir. Tetapi itu tidak terjadi di Jakarta. Normalisasi dan Naturalisasi mungkin cuma jadi slogan program saja dari pemerintah. Tetap saja hasilnya yang menjadi tolok ukur keberhasilan program tersebut.

Bukan waktu yang singkat pembahasan mengenai banjir di Jakarta ini. Walaupun kejadiannya hampir setiap tahun, tetapi seakan-akan itu menjadi pemakluman saja. Masyarakat pun sepertinya menerima keadaan itu. Banjir datang, mengeluh, mengungsi setelah surut balik lagi. Mungkin memang tidak ada alternatif yang lain, tetapi itu seharusnya menjadi tugas pemerintah juga memikirkan tentang bagaimana masyarakat tetap bisa hidup tanpa mengganggu alur sungai yang sudah ditempati oleh manusia.

Kalau boleh saya istilahkan, air cuma meminta kembali tempatnya yang telah diambil oleh masyarakat untuk ditempati. Alam sendiri punya rumus sendiri mengenai itu. Saya cuma berharap, setidaknya sensitifitas kita terhadap alam tidak berkurang. Jika air kali ini meminta haknya, tidak menutup kemungkinan bencana yang lain juga terjadi.

Bencana? Sepertinya saya harus meralat. Alam bukan jahat terhadap kita tetapi kita dengan rasa ego telah berjalan dengan sombong di atasnya. Mengeksploitasi sumber-sumber alam, memanfaatkannya semaunya. Tanpa memikirkan keseimbangannya. Jika alam sendiri yang mengambil langkah untuk menyeimbangkan, kita bakal cuma bisa gigit jari, jika masih dikasih kesempatan hidup.

Jakarta. 4 Januari 2020 / OldTownWhiteCoffee