Pernah gak kita merasa hasil kerja kita tidak dihargai? Pernah gak kita merasa dijelek-jelekan terus dengan kerjaan yang dulu-dulu?
Saya pikir di dunia kerja semua itu bisa terjadi. Jangankan pekerjaan yang tidak dilakukan dengan benar, yang sungguh-sungguh kita usahakan pun bisa dianggap tidak ada apa-apanya.
Beberapa hari lalu saya tersinggung, karena perkataan salah seorang pimpinan saya. “Itulah kenapa saya tunjuk dia (seorang konsultan di luar dari management) untuk bisa menyelesaikan persoalan ini. Coba saja sudah berapa orang yang kerja …, … dan …. termasuk Lily, tidak ada yang selesai.”
Nyessss.. hati ini rasanya gimana gitu, langsung deh rasanya galau tingkat tinggi. Saya tidak mau membela diri cuma saya merasa agak kurang bijak saja menyampaikan itu di depan kami-kami semua. Dan sebenarnya semua punya andil mengerjakan pekerjaan tersebut cuma kebetulan akhirnya saja yang pada posisi “selesai” dan itu sudah diakui sebagai hasil kerja yang sempurna. Saya mikir juga biaya yang dikeluarkan untuk orang luar tersebut tidak sedikit, belum lagi fokus kerjanya cuma itu. Banyak sekali alasan-alasan yang muncul di kepala gara-gara pernyataan tersebut, biasalah manusia selalu gak pernah mau disalahkan.
Nah itu baru di kepala, di hati lain lagi. Saya malah sudah kepikiran yang aneh-aneh. Saya merasa apa apa yang sudah saya lakukan tidak ada artinya. Nyesek kan… Sampai saya berpikir ya sudah, ternyata managemen hanya menganggap saya seperti itu. Tak berguna
Muncullah niat untuk mengajukan pengunduran diri, berpikir untuk mencari pekerjaan lain dan sebagainya hanya karena perasaan kecewa.
Nah kecewa!
Beruntung sepanjang perjalanan saya berpikir, setelah dapat wejangan yang benar-benar menyentuh hati yang paling dasar. “Allah tidak akan berhenti menguji kita dari orang-orang di sekitar kita.”
Benar juga, kenapa saya yang harus bersikap lebay seperti ini? Bukannya saya harus mengerti apa maksud yang disampaikan oleh yang bersangkutan. Apalagi saya tahu ada kepentingan di baliknya. Lalu kenapa saya harus galau? Kenapa harus kecewa.
Terlepas dari hal tersebut, saya jadi menyadari, kembali menyadari bahwa seharusnya pekerjaan yang saya lakukan harusnya bernilai ibadah di mata Allah. Lalu jika saya masih memikirkan kesan dari mahluk lain terhadap apa yang saya kerjakan artinya niat tersebut sudah bergeser. Astaghfirullah saya harus memperbaiki hati dan pikiran saya. Tidak pantas hati saya menjadi galau hanya karena kesan seorang mahluk, kerisauan saya seharusnya hanya jika saya kurang beribadah, tidak melakukan semuanya karena Allah.
Alhamdulillah saya merasa jadi lebih enteng, saya tidak peduli lagi dengan kesan atau pendapat yang ada. Saya cukup menjaga niat saja, bekerja sebaik-baiknya untuk kepentingan perusahaan dan saya tetap harus belajar. Jadi jika ingin bekerja untuk mahluk siap siap merasakan hal yang saya sampaikan di atas 🙂
Ganbatte!