Tips Agar Tidak “Loyo”

Pernah nggak kamu merasa malasnya minta ampun. Mau apa saja badan ini terasa berat digerakkan. Sudah mencoba mencari-cari pemicu semangat tetapi tetap tidak berhasil. Mood ini sangat bisa mempengaruhi performa kita. Yang ke kantor biasanya jam 9 sekarang jadi jam 11 siang.. ups. Molor banget kan.. belum lagi kerjaan yang punya deadline pasti beratnya minta ampun.

Karena saya sudah hopeless tidak bisa mencari dalam diri pemicu semangat saya akhirnya saya coba browsing di internet. Tadaaaa… dapat nih. Artikel dari Mental Health yang (kemungkinan) bisa berhasil. Yuk kita simak satu-satu

Continue reading “Tips Agar Tidak “Loyo””

Kejamnya (hujan) Ibukota

Malam ini sudah kali kedua saya kesulitan pulang ke kosan. Janjian dengan teman di Plasa Semanggi batal karena hujan. Saya sudah terlanjur di Mall yang katanya tempat yang paling strategis untuk ketemuan.

Semuanya karena hujan. Kok bisa?
Iyah, sekarang Jakarta memang jadi lebih kejam jika hujan. Siapapun takluk. Sebentar saja hujan turun, air sudah tergenang dimana-mana. Akses jadi terbatas. Kita bisa saja tiba-tiba terkepung banjir tanpa tahu cara untuk keluar dari daerah itu. Taksi pun memilih-milih penumpang.

Tunggu setengah jam lagi bu biar airnya surut. Kata supir taksi menolak ketika saya meminta diantar ke Mall Ambassador. Iya kalau gak hujan lagi, pikirku.

Jam 10 malam adalah waktu para pekerja pulang. Ah temanku banyak, pikirku. Jadilah saya mengikuti mereka berjalan ketika hujan agak reda. Tiba di persimpangan saya ragu. Sepertinya saya harus berhenti mengikuti mereka. Akhirnya saya berjalan sendiri tepat ketika hujan mengguyur lagi dengan derasnya. Sendal cantik yang diberikan mama kemarin sudah basah tak keruan. Air sudah tiba-tiba setinggi mata kaki. Saya tetap terus berjalan sampai tiba di perempatan jalan besar. “Bang, jalan apa ini?”, tanyaku sedikit berteriak karena suara hujan juga tak mau mengalah. “Ibu mau kemana? Salah bu harusnya terus tadi”. Wah! Selalu saja begitu. Disorientasi, keliru menentukan arah. Continue reading “Kejamnya (hujan) Ibukota”

Jengkelnya Saya Pagi ini

Memang sih ini karena saya tidak bisa mengontrol nafsu. Begitu liat kol yang crunchy dengan sambel terasi yang mantap, lupalah saya dengan sakit maag yang selama ini gak pernah ngamuk.

Hasilnya, pulang kantor saya harus diantar dengan Apran, teman sekantor padahal kantor dan kosan cuma berjarak sekitar 400 meter. Itu karena perut melilit, kembung dan sakitnya minta ampun. Begitu mendarat di tempat tidur mata pun tertutup.. ketiduran

Bangunnya jam 11 malam, bakal begadang nih.. pikirku. Memang benar saya akhirnya begadang tetapi bukan karena tidurnya yang awal tetapi bolak balik ke toilet karena perut yang masih mules dan kembung. Continue reading “Jengkelnya Saya Pagi ini”

Coklat dan Keluarga

Willy Wonka terkaget-kaget, dia tidak menyangka Charlie, si anak kecil yang miskin itu menolak warisannya berupa pabrik coklat yang besar dan sukses, hanya karena keluarganya tidak diperkenankan untuk ikut.

Willy Wongka merasa selama ini dia seorang yang sukses tiba-tiba merasakan hatinya yang tidak nyaman karena penolakan itu rupanya berpengaruh dengan rasa coklat yang dia hasilkan.

Mengapa Charlie lebih memilih keluarganya dari pada coklat yang bisa dimakan setiap saat, kekayaan dan kemakmuran. Rupanya semiskin apa pun Charlie, keluarganya senantiasa berada di dekatnya.  Dan itu yang membuat nyaman.

Merenung deh gara-gara film Charlie and The Chocolate Factory ini. Film lama tapi baru saja diputar di HBO bulan ini. Apalagi yang main Johny Deep, si cowok yang mahir memainkan berbagai macam karakter dan yang pasti cakepnya selangit. Continue reading “Coklat dan Keluarga”

Social Media Amankah?

Bayi-bayi dan anak-anak yang lucu bertebaran di social media. Awalnya mungkin kita cuma ingin berbagi kebahagiaan, kebanggaan akan anak anak kita. Tapi apa kita sadar dengan bahaya yang mengintai?

Semakin banyak informasi yang kita tebar semakin mudah bagi orang orang yang berniat jahat dengan kita. Beberapa kita bahkan tahu kasus kasus kriminal bermula melalui sosial media. Berapa banyak putri-putri kita yang dibodohi karena mereka tidak paham dan tertutup kepada kita.

Dari yang menyamar sebagai dokter yang meminta untuk mengirimkan foto pribadi, sampai dengan pacaran dan pergi meninggalkan keluarga hanya untuk seseorang yang dikenal melalui media sosial saja.

Saya pun kadang bertindak bodoh, karena keinginan untuk “pamer” atau “cari perhatian” keadaan pribadi dengan mudah saya sebarkan.

download

Lalu bagaimana kira-kira mengatasinya? Saya membagi tiga kategori ini.

Social media untuk diri sendiri
Pastikan berpikir efek sebelum memposting status. Kadang emosi sesaat yang membuat kita terlihat bodoh dan hopeless, bukan juga berarti kita harus berpura pura. Penting atau tidaknya perlulah dipikirkan. Jika memang untuk diri sendiri, mungkin sebaiknya kita gunakan untuk merenung dan tafakur saja, tidak untuk konsumsi orang lain.

Sosial media untuk anak kita yang masih remaja.
Tidak bisa dipungkiri, mereka pasti terpengaruh dari teman-teman sekitarnya. Bahkan fenomena “cabe-cabean” yang mengagetkan itu bisa terjadi, hanya karena dibuat kondisi bahwa jika tidak gaul seperti itu pasti cupu. Sama dengan memajang foto-foto terbaru, teman teman baru dan sebagainya
Saya pernah shok, mendapatkan anak-anak saya masih sekolah dasar tapi beramai ramai dengan teman temannya mereka membuka situs hentai. Akhirnya saya membatasi penggunaan internet, saya awasi history web dan saya mulai berkomunikasi tentang hal dewasa kepada mereka.
Sekarang saya tidak terlalu kuatir, di pesantren mereka lebih terbatas lagi menggunakan fasilitas ini.

Social media untuk balita kita
Kadang hanya karena nafsu ibu dan ayah mereka jadi bahaya. Siapa tidak bangga memerkan foto foto lucu mereka. Tetapi sekali lagi, semakin banyak informasi yang kita beri semakin mudah bagi orang yang berbuat jahat. Masih ingat kasus penculikan anak Nazar penyanyi dangdut itu kan. Kemewahan yang ditebar itu bisa menerbitkan niat jahat seseorang, apalagi jika terdesak. Anak anak yang tidak tahu apa apa bisa jadi korban karena orang tua yang tidak hati hati

Sekadar berbagi saja. Semoga semua kita lebih hati hati dalam menggunakan sosial media ini. Bukan harus takut tetapi setidaknya lebih bijak. Berpikir sebelum melakukan.
Saya pun belajar

Tambahan link tulisan dari mas Donny http://donnybu.com/2014/01/07/pedofil-online-memangsa-anak-indonesia/ semoga bisa menjadi referensi untuk tetap berhati-hati

 

Jika Kenyataan itu Semudah Perkataan

Menurut kabar 40% anak-anak berbohong tentang perceraian orang tuanya. Dan seseorang memberikan pernyataan bahwa dengan begitu orang tua telah mendzolimi anaknya.

Yah, kadang orang dengan pandai dan tanpa beban bisa menyatakan bahwa seseorang bersalah, seseorang dholim. Dia sudah bertindak dan mengambil wewenang dari Tuhan, memutuskan benar atau salah.

Saya yakin tidak ada niat dari orang tua untuk menyakiti anaknya. Sangat disayangkan pada saat kita melihat dari sudut pandang yang berbeda, misalnya sang istri yang teraniaya fisik atau mental kemudian mengajukan perpisahan. Bisa saja itu malah dianjurkan untuk mencegah hal yang lebih buruk terjadi. Dan bisa saja dianggap bodoh jika bertahan dengan keadaan tersebut.

Orang di luar dari diri kita memang pandai berpendapat. Seakan paling tahu yang mana yang harus dilakukan dan yang mana yang tidak.
Sederhana saja tolok ukurnya. Jika memang seorang pribadi sudah merasa cukup dan menikmati hidupnya, dia memang pantas berbagi ilmu berbagi resep bagaimana kenikmatan itu dicapai. Tetapi bukan menghakimi.

Saya cuma berharap orang dapat dengan mudah memperoleh kebahagiaan dan hakikat hidup tertinggi sama seperti mudahnya dia berteori tentang kehidupan orang lain.
Jika memang sudah sempurna seperti Tuhan, wajarlah. Jika masih punya kekurangan janganlah kekurangan orang lain menjadikan diri kita sombong dan merasa paling benar.

Kenyataan yang terjadi itulah kebenaran. Semua pasti seizin Sang Maha Pengatur. Adapun naik turunnya itu semua adalah proses yang akan membuat kita memahami hidup lebih dalam. Semoga kita semua diberi pencerahan. Dan semoga hal yang dikatakan buruk ini tidak terjadi kepada teman-teman sekalian. Amiinn

Masih amankah Indonesia?

Tak terduga bertemu seorang turis yang tidak nampak seperti turis. Berwajah Asia, berkulit putih mirip saudara-saudara kita di Sulawesi Utara.

David Pangan, dia baru tau bahwa nama keluarganya punya arti penting dalam hidup bangsa Indonesia. Melakukan perjalanan singkat ke Indonesia dengan tujuan Jogjakarta saat akhir Minggu. Mungkin merupakan salah satu perjalanan yang berkesan yang tak bisa dilupakan.

“How much is it?” Kalimat yang membuat saya menoleh ke arahnya. Apa orang ini lagi show off yah? Sama pedagang angkringan kopi joss di Jogja ini. Kenapa harus berbahasa Inggris. Tapi itulah awal yang membuka komunikasi saya dengan dia. Tak bisa berbahasa Indonesia, dia nekat jalan-jalan seorang diri ke Jogja tujuannya adalah Candi Prambanan dan Candi Borobudur.

Saya sudah deal Rp. 150.000 dengan tukang ojek, tetapi dua lembar uang seratus ribuan tidak ada kembaliannya lagi. Saya membayar Rp.200.000 untuk bus dari Jakarta ke Jogja, katanya eksekutif, tapi saya harus turun di Solo dan naik bus ekonomi.
Sekarang saya harus cari makan yang murah, kartu atm saya tertelan di mesin dekat stasiun.
Apes sekali!

Saya sempat kuatir karena beberapa kali harus jalan sendiri di daerah yang baru. Tetapi saya percaya jika niat kita baik, insya Allah kita juga akan dijaga.
Saya tidak mengatakan David mungkin punya niat tidak baik, tetapi satu kekurangannya dia tak bisa berkomunikasi dengan baik.

“Pak, saya ingin makan pecel yang enak di Madiun ini, dan saya mau langsung ke stasiun”, Mbah Jarto yang nomornya sekarang ada di hape saya dengan title, pak Ojek di Madiun, mengantarkan ke tempat makan yang asik, menemani saya makan pecel dan mengantarkan sampai di stasiun Madiun.

“Teman saya dari Thailand jadi punya pengalaman berkesan ketika ke Makassar, dia sendiri naik becak dan keliling Makassar hanya dengan menunjukkan gambar dan uang,” kata pak yos, rekan kerja di kantor.
“Dia bahkan minta tukang becaknya memotret dengan menggunakan gadgetnya”
Pengalamannya akan beda jika saya menjemput dan menemani dia. Dia tidak akan mendapatkan pengalaman yang unik.

Mungkin pengalaman tidak menyenangkan yang kadang menjadikan kenangan berkesan dalam ini yang melekat pada David. Ketenangan dia menceritakan “musibah”nya. Tetapi akhirnya saya cuma bisa berucap “Ohh…” Ketika dia menceritakan bahwa dia sudah pernah ke Afrika, lebih ekstrim.

Seperti kata Agustinus Wibowo, perjalanan yang berkesan didasari oleh ketakutan (kekhawatiran). Saya setuju. Semoga Indonesia masih merupakan tempat yang ramah dan aman bagi siapapun yang mengunjunginya. Apapun kekhawatirannya.

Ganti Themes, Suasana Baru

Setelah saya lama menjadi penggemar themes blog dari FabThemes.com akhirnya saya berbalik kembali ke asal dulu. Themes asli dari wordpress. Saya memang bukan penulis sejati, masih terpengaruh dengan suasana dan mood. Apalagi dengan themes, jika saya agak sulit menulis jika themesnya tidak berubah, lucu yah..

Tapi perubahan itu memang membuat kita lebih bersemangat, kali ini saya memilih themes yang sederhana lebih ringan dan dengan nuansa lembut. Hitung-hitung menyambut tahun baru 2014. Semoga semangat menulisnya semakin terpacu, semangat berbagi semakin meningkat 😀

 

Kalau Mengucapkan Selamat Dilarang, Saya Gimana?

Merry-Christmas-christmas-32790334-500-416

Sampai sekarang saya tidak mengerti dan tidak berusaha untuk mengerti tentang jalan hidup. Apa yang terjadi dalam hidup saya, saya jalani dengan seikhlasnya, dan dengan lapang hati.

Bagi saya kebenaran itu adalah kenyataan yang ada di depan mata. Sama seperti saya tidak mengerti kenapa saya bisa berbeda dengan saudara-saudara saya yang lain.

Memeluk agama yang berbeda dalam lingkungan keluarga bukan hal yang mudah, alhamdulillah keluarga saya menghargai pilihan saya. Saya malah sempat berpikir apakah karena saya dilahirkan hari Jumat tepat di saat adzan berkumandang, atau karena neneksaya yang asli Makassar memang memeluk agama Islam, sehingga saya bisa memeluk agama yang berbeda dari saudara saya? entahlah..

Yang pasti masalah keyakinan adalah masalah yang sangat pribadi. Prosesnya pun panjang.  Kehidupan toleransi terasa lebih kental jika sedang berkumpul  dengan keluarga. Contoh saja, kakak saya kadang mengeluh, setiap berkumpul dia harus memasak macam masakan yang berbeda biar saya bisa ikut menikmati masakannya. Tapi itulah toleransi.

Bukan baru-baru ini ucapan natal dianggap haram bagi yang memberi selamat. Begitu kabar yang saya dapatkan dari teman-teman di media sosial. Saya sendiri tidak membaca atau mendengarnya langsung. Malahan persoalan ini sudah terdengar dari tahun lalu.

Semua saudara saya merayakan natal, bahkan mama saya pun seorang katolik yang taat. Lalu apakah dengan itu saya harus memutuskan tali silaturahmi dengan tidak memberikan ucapan selamat? Saya tidak perlu berbicara soal keyakinan yang saya dukung atau tidak. Tindakan saya untuk beralih saja sudah merupakan sikap hidup saya.

Apa yang saya jalani adalah tanggung jawab saya. Jikalau orang lain mau menilai silahkan saja, itu toh tanggung jawab mereka juga.

Yang jelas saya melakukan apa yang saya yakini dan  saya dengan kasih sayang yang dalam mengucapkan Selamat Natal kepada Mama, saudara-saudara dan sahabat-sahabatku.

Merry Christmas, Damai di bumi dan damai di hati

 

Anonimitas, Bebas atau Lepas?

Jilbab hitam tiba-tiba tenar, tulisan yang dimuat di kompasiana langsung membuat heboh. Tulisan yang diberi judul “Tempo dan KataData memeras Bank Mandiri dalam Kasus SKK Migas?” menyangkutkan beberapa nama dan media-media besar tentang praktek “pesanan” dan “pemerasan” dalam menuliskan berita. Siapa jilbab hitam ini? Mengapa dia menggunakan anonym, bagaimana kompasiana menanggapi tulisan ini? Apakah penghapusan tulisan tersebut dianggap mengekang kebebasan bersuara? Apakah ada sanksi hukum?

Begitu kira-kira isi diskusi “Anonimitas dalam Kebebasan Berpendapat” yang diadakan di Kafe Tjikini, hari Senin tanggal 18 Nopember yang lalu. Adalah Southeast Asia Freedom of Expression Network (Safenet) yang memprakarsai jalannya diskusi ini. Dihadiri oleh beberapa narasumber yang kompoten di bidangnya diskusi ini informatif dan jelas memberikan wawasan tambahan tentang kebebasan berekspresi di dunia maya.

Sebagai pembuka, Kang Pepih Nugraha dari media warga Kompasiana menjelaskan kronologis terbitnya tulisan yang diposting oleh Jilbab Hitam. Sebagai pengelola lapak, bahan yang disajikan jelas masuk dalam pengawasan admin kompasiana, apalagi tulisan ini mengandung provokasi dimana jelas-jelas disebutkan nama dan media yang disebarkan oleh penulis. Jilbab hitam memang menggunakan teori hit and run. Dari penelurusan admin kompasiana, semua akun yang digunakan baru dibuat.” Kami sudah berusaha untuk berkomunikasi dengan penulis tetapi tidak ada tanggapan.” Kata mas Pepih. Itu juga yang menjadi alasan untuk Kompasiana, secara sepihak menghapus tulisan tersebut.

Apakah tindakan dari Kompasiana ini bisa dianggap mengekang kebebasan bersuara?

Pak Megi Margiyono dari Indonesia Online Advocacy menjelaskan, karena resiko hukum yang bisa dikenakan ke kompasiana sebagai media, tindakan untuk menghapus tulisan tersebut bisa jadi adalah pencegahan agar tidak tersangkut hukum. “Pihak yang merasa dirugikan bisa saja menuntut penulis dan medianya,”  Lalu kenapa yang bersangkutan menggunakan anonym?

Anonimitas digunakan karena beberapa alasan, bisa jadi merupakan tameng dari tirani, baik tirani negara atau tirani social. Bisa juga merupakan cuti moral dari seseorang dimana dia bisa bebas berbicara semaunya dan terbebas dari tanggung jawab (freedom of responsibility).

Bisa jadi juga karena memiliki pandangan minoritas, sehingga jika kedok terbuka yang bersangkutan akan menjadi musuh masyarakat.

Tetapi anonimitas juga penting,  kata Almascatie, blogger Maluku yang juga menjadi narasumber di acara diskusi ini. Anonimitas digunakan untuk menyampaikan kritik terhadap penguasa sehingga bebas menyuarakan kenyataan yang sebenarnya terjadi. “Sekarangpun masih ada penulis anonym yang menyampaikan kritik-kritik, dan masyarakat tidak menolak, bahkan mengakui dan sepakat dengan apa yang dituliskannya”

Suara itu tidak boleh dikekang, biarkan masyarakat sebagai pembaca belajar  dewasa dalam proses dan memilah-milah mana informasi yang pantas dan mana yang hoax. Begitu kira-kira kata Mas Donnie BU dari Internet Sehat. Mau anonym atau tidak, yang penting adalah content tulisannya. Dan pilihan ada pada para pembaca. Walaupun beresiko, tetapi proses pendewasaan itu penting, jika memilih diam, kita tidak akan mengubah keadaan.

Diskusi Anonimitas dalam Kebebasan Berpendapat
Diskusi Anonimitas dalam Kebebasan Berpendapat

Diskusi yang menarik dan dewasa ini tidak terlepas dari peran mas Indriyatno Banyumurti sebagai moderator. Perbedaan pandangan terhadap anonymitas ini jadi lengkap dengan dikemas dari berbagai sudut pandang, berbagai kepentingan.

Seharusnya memang kebebasan bersuara itu tidak dibatasi, selama masih bisa dipertanggungjawabkan. Undang-undang tentang kebebasan di dunia maya pun dirasa masih belum cukup melindungi hak untuk bersuara. Yang menulis dan yang membaca kedua-duanya harus semakin dewasa. Jika pun terjadi perselisihan harusnya diselesaikan dengan kedewasaan, tulisan yang dianggap merugikan bisa ditanggapi dengan tulisan juga. Setiap kejadian adalah pembelajaran.

Anonimitas memang bisa menjadi pilihan. Ingin bebas bersuara atau lepas dari tanggung jawab. Silahkan memilih