Life is about ourselves, not others

Dengan banyaknya social media yang bisa kita akses dengan mudah, semakin mudah pula kita mengetahui informasi orang-orang di sekitar kita bahkan yang jauh dari kita.

Bedanya dahulu, lingkungan terdekat seperti keluarga dan tetangga-tetangga sekitar rumah yang menjadi “bahan cerita” atau bahkan menjadi bahan pembanding dengan diri kita.

“eh, si A beli kulkas baru sekarang, modelnya dua pintu bahkan punya freezer yang besar”
Satu contoh kalimat yang mungkin ada dalam percakapan kita sehari-hari utamanya para ibu ibu.
Belum lagi kalau obyek bahasan adalah kategori barang mewah, seperti mobil bahkan tas yang nilainya puluhan juta.

Benar, informasi bisa sangat mempengaruhi kita. Kita jadi melihat diri kita sendiri. Duh.. kulkas di rumah kok kayak gini, saya juga butuh mobil. Tas malah mungkin bagus dipakai kalau saya jalan-jalan, orang-orang pasti pada kagum.
Sejumlah pemikiran-pemikiran terlintas yang dapat mengarahkan hati menjadi tidak tenang.
Hati gelisah bisa membuat kita mulai bertindak grasah grusuh. Bagaimana cara saya bisa mendapatkan semua itu, biar saya bisa lebih atau minimal sama dengan orang lain.

KIta lupa rasanya betapa bahagianya kita memiliki kulkas pertama kita yang sederhana, kita lupa rasanya.

Social media sekarang ini membuat kita harus lebih kuat lagi bertahan. Bukan hanya materi, pribadi orang pun bisa menjadikan kita ikut berpikir gelisah.

Wah dia bisa ngetop, bikin apa saja dia berhasil. Temannya banyak, sekali twit orang-orang pada mereply atau meng-RT. Jelas itu membuat kita berpikir akan diri kita sendiri. Saya harus bisa begitu!

Saya harus bisa begitu?
Mungkin perlu dipikirkan lagi. Terus terang kebanyakan melihat keadaan luar membuat kita lupa akan diri sendiri. Sebenarnya kenyamanan itu punya kadar tersendiri di tiap manusia. Seperti saya mungkin. Saya merasa nyaman dengan mengenakan baju yang mungkin bagi orang lain itu tidak up to date, atau ketinggalan zaman. Tapi karena saya nyaman kenapa pula saya harus peduli dengan pendapat orang.

Apakah jika saya mengenakan baju yang up to date bisa membuat saya nyaman? bisa jadi itu berlaku untuk orang lain tetapi tidak untuk saya.

Terlalu banyak informasi juga bisa mempengaruhi diri. Memang ada baiknya jika bisa mengubah pribadi kita menjadi lebih bijak. Artinya semakin banyak pilihan yang bisa jadi bahan untuk membuat hidup kita lebih berkualitas, tetapi kalau sudah melampaui kapasitas kita sendiri, itu mungkin saat kita harus refleksi diri.

Saya beberapa hari ini merasa, kenapa saya menjadi orang lain. Kenapa saya harus mendengar apa yang dikatakan orang terhadap saya. Kamu kan susah kalau gitu? ya itu mungkin standar umum, tapi jika saya bisa menikmatinya why not?

Hidup adalah pilihan, dan pilihan itu bukan tentang pendapat umum terhadap sesuatu, tetapi apa yang kita rasakan nyaman dan bisa kita jalani.

Seorang ksatria tidak akan merasa “menyelamatkan” rakyatnya. Tetapi dia telah bahagia menjaga kepercayaan diri dan keyakinannya tentang pilihannya.

I hope I could be like that ^^

2015, Kami Datang dengan Semangat!

Tiket kereta yang sudah saya pesan dua bulan yang lalu untungnya dapat ditolerir oleh pak bos. Hari libur akhir tahun yang belum pasti dan urgensi untuk memesan tiket lebih awal untuk kepentingan seat dan harga. Selasa tanggal 30  Desember 2014 menjadi tambahan hari izin saya. Entah sudah berapa banyak hari izin yang saya minta apalagi setelah ke Jepang selama selama sebelas hari.

Kali ini saya menggunakan KA. Argo Lawu tujuan Solo. Sebenarnya saya malas menempuh rute ini, karena tiba subuh langsung harus ke terminal untuk naik bus sampai ke Maospati. Bukan lama perjalanan yang dua setengah jam yang membuat saya malas, tetapi naik bus antar kota di pulau Jawa itu benar benar diuji kesabaran. Dari kondektur yang main asal dorong (pegang-pegang), tempat duduk yang sudah sempit pun masih dipadatkan, belum lagi yang berdiri. Duduk di isle bisa jadi samsak sementara, kepala disikut sana sini dan orang yang nyikut pun santai aja. Iya memang mereka santai, semuanya jadi pemakluman, mungkin karena memang begitu seperti biasanya.

Saya cuma tidur dua jam di kereta api, di bus sama sekali tidak bisa tidur diantara kekacauan yang saya ceritakan itu. Untungnya kosan tempat biasa di Pondok Utara masih kosong, sehingga saya bisa beristirahat. Ojek dari Maospati ke pondok utara pun sudah naik harga rupanya menjadi Rp. 20.000,-

Anak-anak izin sebelum dhuhur. Pas waktu tidur jika di pondok. Bahagianya bisa bertemu dengan mereka. Sudah pasti tas duluan yang dibongkar. “Ummi bawa apa?”

Rencana saya melewatkan 3 malam bersama anak-anak, tetapi anak-anak pengen suasana berbeda, mereka meminta untuk ke Madiun. Via agoda akhirnya saya membook hotel Merdeka di Madiun. Harganya lumayan untuk hotel yang saya kategorikan sudah lama. Tetapi masih mending dibanding Aston Madiun yang harganya bisa 2x lipat.

Sayangnya, Adek selalu saja sakit jika saya kunjungi. Kata orang-orang sih karena dia masih manja, masih pengen disayang-sayang sehingga begitu saya tiba daya tahan tubuhnya pun melemah. Entah benar entah tidak. Yang pasti saya memang jadi harus memperhatikan ekstra ke dia. Untungnya kakak sudah bisa mengerti, walaupun kadang dia bilang dia pengen jadi anak bungsu supaya bisa disayang seperti adiknya. “Kakak itu tumpuan harapan ummi yang paling besar, makanya ummi keras dan mau kakak bisa jadi pemimpin, menjadi pelindung untuk adiknya,” kataku mencoba menjelaskan.

Hotel Merdeka bukan tempat yang tepat untuk beristirahat ternyata. Karena terletak di pusat kota, dua panggung disiapkan untuk konsentrasi massa di malam tahun baru. Kebanyang berisiknya. Tetapi saya tetap bersyukur karena tidak mendengar petasan yang tiada henti jika berada di kosan di Jakarta.

Malam tahun baru saya lewatkan di kamar dengan anak-anak, dengan adek yang tidur karena demam dan kakak yang asik main handphone. Saya cuma memeluk kakak dan sama sama kami berdoa berharap untuk tahun yang lebih baik dan lebih kuat.

IMG_20150102_135325

“Ummi, saya minta pesan dari ummi, saya sudah mulai sedih ummi sudah mau pulang”, kata adek yang berangsur angsur sembuh di hari terakhir kami di hotel.

“Kesedihan dan kebahagiaan itu  bersifat sementara, jadi jangan pernah menyerah, tetap semangat, tetap berharap”

Kata kata yang saya tulis untuk menyemangati diri saya juga terbukti berefek pada adek. “Langsung ka jadi semangat ummi,” katanya dengan logat makassar yang masih kental.

Alhamdulillah, semoga kita semua dikuatkan nak. Selamat tahun baru 2015. Saling mendoakan saling mengingatkan untuk tetap semangat.

I love you all :*

Kisah Di Balik Perjalanan Kali Ini

Setiap perjalanan pasti mengandung cerita, apalagi perjalanan itu bisa membuat kita untuk belajar merefleksi diri, kontemplasi.

Baru-baru ini saya mengunjungi anak-anak yang sedang mondok di Pesantren Al-Fatah Temboro, Karas-Magetan. Kunjungan ini jadi spesial karena saya sudah tidak memecah pikiran saya ke anak-anak yang bebeda tempat pemondokan. Amdan yang seharusnya masuk sekolah setara SLTP sudah bergabung bersama kakaknya di pondok yang diasuh oleh para karkun.

Rute perjalanan kali ini saya ambil melalui Solo, walaupun saya kurang suka karena harus naik bis dari Solo ke Maospati, tetapi tidak ada pilihan pas yang lain. Jika ke Madiun, kereta tiba pukul 2 pagi, akan lebih sulit untuk bisa ke Maospati sendirian di jam segitu.

Bertemu dengan anak-anak memang seakan memberikan energi baru untuk mereka, tetapi sekaligus menguras energi saya. Energi semangat yang saya siapkan tiba-tiba menguap melihat keadaan Amdan yang kurang sehat. Apalagi mendapat informasi dari kakaknya bahwa dia jarang makan. Mungkin tahun pertama akan berat bagi dia, semoga dia bisa melaluinya. Penyesuaian lingkungan dan makanan bukan hal yang mudah. Tetapi itulah tantangan yang harus mereka pelajari. Kehidupan yang tidak tergantung kepada tempat tetapi kepada hati dimana kita bisa membuat nyaman dimana pun kita berada.

Cuaca mungkin punya peran juga. Panas kering dan debu yang beterbangan membuat dia diserang penyakit flu dan batuk. Saya pun memcoba memberikan obat yang saya pikir memungkinkan untuk menyembuhkannya. Tetapi masih belum maksimal. Malam dengan demam tinggi dia bisa mengigau dan sulit untuk menenangkan. Sampai saya harus berjanji membawa dia jalan-jalan ke kota Madiun, barulah dia tenang. Ok, mungkin dia butuh hiburan dari tekanan keadaan, culture shock yang dia rasakan.
Perjalanan ke Madiun tidaklah terlalu sulit. Dengan bantuan google map dan bertanya sana sini, akhirnya kami tiba di Madiun. Suasananya memang sudah “kota” kita mengunjungi Plaza Madiun tempat saya membelikan jaket untuk Amdan yang mengeluh kedinginan setiap subuh. Sedikit hiburan menurut saya perlu untuk menetralisasi keadaan Amdan. Walaupun tidak menyembuhkan secara fisik.

Kita ditipu sama tukang ojek ya Ummi?
Itu kata Amdan ketika pulang kami cuma membayar 15.000,- per motor dari Maospati ke tempat kost dekat Pondok Utara.
Kenapa nak? tanyaku
Tadi waktu pergi kita diminta Rp. 20.000,- untuk yang boncengan dua (saya dan Amdan).
Amdan memang detail, dia suka memperhatikan hal-hal kecil dan mengolahnya dalam pikirannya sendiri. Saya juga sempat mengolah hal yang sama. Betapa di daerah yang seharusnya ikram (melayani sesama) jadi utama, malah ada yang hitung-hitungan.
Semua kembali ke pribadi orang-orang nak, jawabku. Kalau pun dia meminta lebih dari kita berarti rezeki di tempat lain sudah dikurangi. Makanya kita jangan hitung-hitungan kalau mau membantu orang. saya menjelaskan dan berharap dia mengerti.

Di Madiun pun kita mendapatkan pengalaman serupa. Becak yang kita sudah tawar dan sepakat di harga Rp. 20.000,- saat turun tetap meminta tambahan Rp. 10.000,-
Awalnya saya dalam hati sudah niat memberikan tambahan Rp. 5.000,- karena merasa tukang becak ini sudah tua dan memuat kami bertiga pasti berat. Tetapi ketika dia meminta lebih, uang saya kasih tetapi sudah tidak mendapat keikhlasan dari saya. Gantiannya adalah perasaan tidak senang karena cara yang tidak sepantasnya dia lakukan.
Gak apa apa nak, rejeki itu Tuhan yang atur tapi kalau kita ngotot dan membuat orang tidak ikhlas sepertinya tidak akan berkah, itu pun akan habis dengan sia-sia. Jadi jangan lihat nilainya. Penjelasan ini saya sampaikan ke anak-anak untuk mengingatkan diri saya sendiri. Toh setelah uang itu berpindah tangan dengan perasaan yang ada pada saya, case closed! selanjutnya urusan Sang Pengatur.

Begitu kami kembali dari Madiun, kondisi Amdan tidak semakin membaik, untungnya ada ustad yang bersedia mengantarkan dia ke dokter. Rp. 35.000,- biayanya sudah termasuk obat. Ya sudah, terimbangi sudah, saya cuma bisa berterima kasih dengan ustad yang membantu dan memang secara kebetulan berkunjung mencari Jihad, disertai dengan doa kepada dokter semoga selalu berkah. Hitungan materi dan tingkat keikhlasan itu jadinya berbanding terbalik. Tapi kembali lagi, setelah tiba pada titik itu, bukan urusan saya lagi.

Memang saya suka melakukan perjalanan ke mana pun, karena dari setiap pengalaman dan interaksi dengan orang lain pasti ada pembelajaran yang bisa kita raih. Dan saya sangat senang jika bisa bersama dengan anak-anak, saya pada saat itu juga bisa berbagi pemikiran terhadap pengalaman yang kita lalui bersama-sama.

Adek Amdan, cepat sembuh yah :*

Merajut Cinta Setiap Hari

Mencintai adalah kebutuhan. Saya sangat yakin tentang itu. Semua agama yang mengajarkan tentang kebaikan pastilah didasari oleh rasa cinta kasih. Pengakuan kepada Sang Pencipta, perhatian kepada dunia dan sesama bahan dasarnya adalah cinta.

Coba saja penuhi hari dengan cinta, hidup terasa akan lebih tenang. Mencintai apa saja yang ada disekitar kita, menurut saya adalah wujud kesyukuran kita kepada Maha Pencipta. Menyadari yang ada, dibalas dengan kasih sayang.

Cinta alam semesta, udara, nafas pagi hari… semuanya menjadi indah.

Mencintai mahluk di sekeliling kita, orang-orang yang ada dalam lingkar hubungan kita, binatang yang kita temui, bahkan pepohonan yang kadang terabaikan keberadaannya padahal mereka mengandung cinta kasih yang sabar, setia memberi tanpa pernah terdengar keluh.

Jika sampai saat ini saya masih menganggap bahwa saya butuh dicintai, itu masih keliru. Kebutuhan sebenarnya adalah menjadi subyek. Rasa cinta yang lahir dari dalam diri adalah obat untuk pribadi dan semesta. Cahaya terang yang terpancar menyala dari hati yang penuh cinta akan menerangi alam, menyentuh rasa mahluk lain menyebar dan menjadi satu dalam wujud pengakuan akan berkah yang diberikan oleh Ilahi.

Terlalu luas? kita buat lebih sederhana.

Setiap hari saya butuh waktu untuk kontemplasi, menyadari tentang kebutuhan akan mencintai, menyalurkan rasa kasih yang sudah sangat besar saya terima dari Pemilik semesta. Namun kesibukan material kadang membuat saya melewatkannya. Membangkitkan kesadaran mencintai tidak mudah, tidak setiap saat colekan Tuhan akan rasa dan pikiran itu kita tangkap karena antena kita yang dipenuhi oleh materi yang kasat dan yang menempatkan diri sebagai yang paling utama.

Akhir-akhir ini saya menyadari. Saya tidak harus sengaja duduk tenang untuk mengundang rasa itu, saya bisa menggabungkannya dengan materi. Mewujudkan rasa cinta itu dengan setiap gerakan jari, memandang benang, menatap alat rajut dan membayangkan hasil akhir dari setiap rajutan yang saya buat.

Pada saat merajut saya bisa sadar, bisa berpikir, menuangkan rasa dan kasih kepada materi yang saya karyakan untuk seseorang yang ingin saya beri. Saat itu saya merasakan kesadaran mencintai terasa, bahkan mengalahkan perasaan yang membawa energi negatif yang kadang tak kita sadari menguasai hati dan membuat hidup ini menjadi berat. Melupakan kesyukuran yang seharusnya.

rajut

Setiap gerakan tubuh, kesadaran berpikir, gelombang rasa kasih yang harusnya saya  tebarkan tertuang pada satu materi yang akan menjadi penyembuh jika ada rasa sakit, penyehat untuk hati yang lemah.

Saya merajut karena saya butuh untuk mencintai. Mari wujudkan rasa tebarkan ke sekeliling, biarkan alam yang mengumpulkan partikel ungu yang kita hasilkan dengan kesadaran akan cinta kasih.

Tulisan untuk #BOMBEMA2014

Numerologi dan hidupku

Saya tertegun dan menatap mata yelly yang bening kecoklatan terbias karena lensa kontak yang digunakannya. Dia dengan gamblang menyampaikan tentang keadaan hidup saya seperti buku yang sudah tercetak rapih dan siap dibaca.

Saya menatap kertas yang bergambar piramida terbalik, berisi angka-angka yang tidak saya mengerti dari mana asalnya, kecuali deretan paling atas di piramida itu, tanggal lahir saya.

numbers
numbers

“Ibu, di sini terlihat ibu mengalami kegagalan dalam berkeluarga, dan punya potensi untuk bunuh diri”. Sadis yah. Seperti kisah-kisah drama korea saja. Tetapi memang itulah yang terjadi.

Saya menerawang, mencoba mencari-cari serpihan kisah-kisah hidup saya yang berhubungan dengan itu. Memang benar adanya. Ini sepertinya bukan ramalan, tetapi konfirmasi saja terhadap apa yang saya sudah bawa sejak lahir, ya.. melalui tanggal lahir itu.

“Ibu ini orangnya dekat sama orang besar, tetapi tidak langsung. Mungkin karena kerjaan atau hubungan kekerabatan”, Yang ini entahlah. Saya dari dulu menganggap semua manusia sama saja.

Saya penasaran, lebih lanjut saya mengajukan beberapa tanggal lahir lagi, milik orang-orang terdekat saya. Karakter yang disampaikan pun cenderung sama. Menilik sampai ke unsurnya dimana hubungan dari dua karakter bisa lebih dominan dari yang lain. Ini super, pikirku

Numerology, saya jadi tertarik dan mencari tahu tentang ilmu ini. Saat sekarang memang sudah berkembang, dan dijadikan sebagai salah satu tools bagi paranormal untuk mengungkap apa yang tak terbaca secara umum.  Saya menganggap ini ilmu pengetahuan, sama seperti tanggapan saya terhadap hasil fingerprint test yang dilakukan oleh kedua bocah saya. Horoskop dan Shio memang bukan untuk dipercayai tetapi bisa menjadi petunjuk. Itu menurutku

Saya tidak berpikir satu metode bisa mewakili membaca pribadi secara keseluruhan tetapi dengan banyaknya referensi justru saya bisa memiliki data potensi khususnya tentang diri saya dan orang-orang terdekat saya. Kapasitas dan kelemahan pasti terlahir bersamaan dengan munculnya kita di dunia ini.

Memang benar, sejak kita mulai bisa memisahkan mana antara bahagia dan derita, antara sukses dan melarat, antara jahat dan baik. Kita melihat diri kita menjadi sesuatu yang cenderung kita inginkan. Tetapi apakah itu bisa diubah? Saya tidak mau berpikir terlalu jauh. Mungkin memang ada yang terlahir sebagai orang yang nantinya jadi pemimpin, tetapi bisa jadi jahat atau baik. Menurut saya kesadaran adalah yang paling utama. Menyadari takdir kita dan saya tidak akan menolaknya. Saya punya keyakinan jika saya mencintai apa yang saya miliki sekarang itulah yang terbaik.

Begitu pun untuk orang-orang lain. Saya jadi bisa melihat dan belajar untuk memaklumi karakter orang lain. Tidak perlu menyalahkan tetapi dengan segala kelebihan bisa dimaksimalkan, kekurangan bisa diminimalisir. Belajar membaca membuat saya sadar. Ada hal yang tidak bisa saya pilih. Yang bisa saya lakukan adalah mencintai hidup saya yang sekarang.

Jika saya mengingkarinya, saya yakin keburukan akan lebih dari sekadar takdir yang sudah dituliskan.

Jaga niat dan berbuat tulus penuh kasih sayang. Itu saja kuncinya.

TSM, Tempat Semua Menyatu

Keluarga saya beragam. Dari sudut agama dan status sosial dengan saudara-saudara sangat berbeda. Walaupun sejak kecil kami memulai kehidupan dengan sumber yang sama, didikan yang sama, namun proses perkembangan pribadi dan lingkungan yang berbeda menjadikan kami menentukan arah sendiri-sendiri.

Sejak menjadi mualaf, berpindah keyakinan memeluk agama Islam, terus terang perbedaan itu terasa juga. Walaupun dari saudara-saudara lain tetap berusaha untuk bisa menyatu. tetapi tidak akan sama seperti dulu. Itu yang saya rasakan. Rasa canggung, ragu dan takut membuat ketersinggungan yang tidak sengaja tetap saja ada.

Kakak  perempuan saya yang sudah lama merantau di Jakarta memang memiliki kehidupan ekonomi yang lebih dari saya. Di saat liburan sekolah dia dan keluarga pulang ke Makassar. Bareng dengan ibu saya yang juga tinggal bersama dia dan keluarganya di Jakarta.

Saat itu di Makassar baru didirikan dengan megahnya, Trans Studio Makassar. Indoor Theme Park, sebuah tempat rekreasi yang unik dan terbesar ke-3 di dunia saat itu.

Trans Studio Makassar, 24 Oktober 2009
Trans Studio Makassar, 24 Oktober 2009

Sudah merupakan kebiasaan dari orang-orang di Makassar. Sesuatu yang baru pasti heboh. Demikian juga dengan hadirnya Trans Studio Makassar ini. Apalagi Trans Studio Makassar adalah satu-satunya theme park yang ada di Makassar ini menjadi kebanggaan kota dan masyarakat Makassar. Kakak saya pun tertarik untuk mengajak kami-kami semua mengunjungi dan bermain di theme-park yang luasnya sekitar 2,7 ha dengan tinggi 20 meter.

Saat itu kali pertama kami bermain bersama-sama. Ibu saya, kakak saya, saya dan anak-anak kami semua mengunjungi Trans Studio Makassar. Kesan pertama yang saya dapatkan adalah megah. Saya sampai tidak berhenti mendongakkan kepala, memandang sekeliling melihat design interior dan bangunan-bangunan bertema yang sangat menarik.

Seketika saya sudah tidak merasakan bahwa kami datang dengan perbedaan. Kekaguman kami yang menyatu beriringan dengan keceriaan anak-anak yang begitu antusias untuk mengikuti semua permainan yang disediakan di sana.

Dari Trans City Theater hingga Dunia Lain, semua kami jelajahi. Yang paling menyenangkan bagi saya adalah Sepeda Terbang (Flying Bicycle). Disitu jelas sekali maksudnya, jika ingin diatas kita harus berusaha dan bekerja sama untuk meraihnya, begitu yang saya sampaikan ke anak-anak saya. Karena tidak ada batasan umur untuk permainan ini kami bisa bermain bersama-sama.

Flying Bicycle
Flying Bicycle

Dunia Lain adalah favorit anak-anak. Mereka menikmati rasa takut yang tercipta dunia buatan itu. Saya bahagia melihat mereka menikmatinya.

Tidak adalagi status sosial yang berbeda, tidak ada lagi agama yang hingga saat ini dijadikan pemisah antar saudara bahkan sebangsa. Trans Studio Makassar menyatukan kami. Bercanda, tertawa seakan tidak ingin berhenti. Saya masih ingat ibu saya dengan penuh kasih sayang mengingatkan anak-anak saya untuk sholat. Dan saya bersyukur tempat ibadah yang disediakan pun tidak seadanya. Kami akhirnya menghabiskan waktu dari pagi hingga malam dalam penyatuan yang membuat kami terhubung satu dengan yang lain.

Momen dimana saya melihat, seharusnya suasana kegembiraan dan bermain bersama seperti anak-anak yang tidak perlu disibukan dengan pikiran tentang batasan perbedaan. Seharusnya dunia Trans Studi Makassar menjadi dunia bagi kita semua. Dunia impian untuk bisa hidup damai dalam perbedaan.

TSM, We are connected
TSM, We are connected

Album foto menjadi bukti kedekatan kami, menjadi awal hubungan yang lebih cair di masa-masa berikutnya. Mungkin sekarang kami tetap berjauhan, tetapi kenangan ini menjadi dasar yang berkesan.  Semoga Trans Studio Makassar tetap menjadi penghubung, Tempat Semua Menyatu.

 

Kepercayaan diri, berapa harganya?

Tercengang-cengang saya mengenakan cincin berlian 5 karat ini, terasa seperti menatap mobil mewah yang singgah di jari manis

Walaupun kami sahabat-an tapi berkumpul dengan teman-teman lama ini memang jarang, sejak perjalanan ke Singapura yang lalu baru sekarang kami ngumpul lagi.
Salah seorang teman pindah ke rumah baru di kawasan pondok indah yang tersohor karena hanya bisa dimiliki oleh ‘the have’

Saat kembali berkumpul saya sudah terbiasa menyimak saya. Topik yang mereka pilih tidak terlalu membuat saya tertarik. Bukan keseharian saya.

Membicarakan tas yang nilainya ratusan juta itu seperti pembicaraan saya ketika jalan-jalan di ITC kuningan mencari pakaian yang murah yang ‘busuk-busuk’
Memilih akan naik mobil apa hari ini sama seperti saya memilih antara naik angkot atau ojek jika akan berangkat kerja.

Tetapi dengan mendengar saya mendapat pengetahuan juga.

“Titip saja kalau ada yang mau ke Eropa” usul salah seorang di antara kami.

“Tidak gampang, beli tas Hermes itu punya trik, kita harus membeli beberapa asesoris selain tas senilai kurang lebih 50jutaan baru deh tasnya diperlihatkan. Tas-tas itu tidak dipajang di counter. Disembunyikan sampai penjaga tokonya sampai dia betul-betul paham kita adalah customer yang loyal”

#glek

Pantas saja brand tersebut menjadi barang langka, belum lagi harganya sampai ratusan juta. Punya duit pun belum tentu dapat, kelasnya sangat terjaga.

Senang juga sih, banyak informasi yang ‘tidak mungkin’ saya alami. Saya juga jadi tahu tentang Patek Phillippe adalah jam yang paling bergengsi di dunia.

“De’ kira-kira sekali keluar mereka itu membawa nilai 1 M di badan mereka yah?” Tanya salah seorang sahabatku.

“Iyah yah, mungkin dengan begitu mereka bisa lebih percaya diri” jawabku.

“Yah iyah lah, siapa yang tidak percaya diri memakai barang bermerk itu di badannya?”

Ternyata kepercayaan diri itu mahal yah, harus mengeluarkan uang ratusan juta, bersusah susah mencari barang tertentu.
Atau mungkin bisa ke Mangga Dua? Sekalian di-kw super-kan saja ^^

#justanotherlesson

Datang dan Pergi, Ini Pun Akan Berlalu

Terkejut sekilas membaca di lini masa, RIP Whitney Houston. Seakan tak percaya akhirnya mamie mencari sumber-sumber terpercaya berkenaan dengan informasi ini.  Berita tentang penyebab kematian tiba-tiba ini pun masih simpang siur. Tiba-tiba merasa kehilangan, dia bukan orang dekat mamie tapi kekaguman mamie terhadap Whitney Houston mungkin boleh dilihat dari seberapa banyak lagu-lagunya yang mamie kenal. Bahkan menjadi suatu kebiasaan jika mamie ber-karaoke sepertinya satu lagu pastilah ada di daftar playlist yang akan dinyanyikan.

Fenomena yang miris tetapi memang beginilah kenyataannya. Di acara Grammy Award yang digelar sehari setelah kematiannya muncul lagi seorang bintang yang walaupun dengan warna suara yang berbeda menjadi idola baru, diva baru dunia. Adele yang memiliki suara khas berat, perpaduan jazz dan blues membuat kita tersadar. Beberapa tahun yang lalu Whitney lah yang berada di posisi itu. Adalah sebuah fenomena atau keadaan, datang dan pergi, awal dan akhir, semua berlangsung terus menerus. Dan kita pun akan demikian adanya.

Terpikir oleh mamie, lalu untuk apa kita hidup? untuk apa kita melewati semua proses ini yang toh endingnya juga akan berakhir?

Tertarik oleh judul buku Ajahn Chan, seorang biksu, mamie akhirnya membeli buku itu. Judulnya sederhana “Ini Pun Akan Berlalu” dengan tagline “Ajaran tentang ketidak tetapan dan berakhir duka”, membaca ini sedikit membuat kita merasa gundah. Belum lagi tambahan pesan dari Ajahn Brahm yang memberi komentar terhadap buku ini, “Tolonglah, baca buku ini sebelum Anda, berlalu.”

Belum semua mamie baca, tetapi sepertinya mamie bisa menduga apa yang ada di dalam buku ini. Ajaran tentang fenomena kehidupan yang perlu kita kenali. Cukup kita kenali.. dan tidak perlu larut didalamnya. Jika ditanya kenapa kita tidak perlu larut dalam fenomena kehidupan ini, jawabannya sederhana karena, ini pun akan berlalu.

Harusnya kita memang bisa memisahkan yang fana dan yang nyata, seperti ajaran agama yang mamie pahami. Yang nyata sekarang adalah fana dan yang fana sekarang adalah nyata nantinya. Bathin itu nyata pada akhirnya, dan itulah yang harus kita pelihara untuk bekal di kehidupan nanti. Mengapa sering kita merasa frustasi, kecewa yang berlebih terhadap fenomena kehidupan ini? Kemungkinan besar karena kita larut di dalamnya. Kita tidak harusnya menyatukan bathin dan kehidupan ini. Peliharalah bathin yang merupakan duniamu, perjalananmu, dan masa depanmu. Jika ingin bathin mu hidup selamanya jangan gabungkan dengan hal yang akan berlalu.

Fenomena adalah satu hal, bathin adalah hal yang lain mereka adalah hal yang terpisah