Saya agak kuatir, film The ANT-MAN yang heboh itu mungkin tidak akan sempat saya tonton. Kesibukan serta masih banyak prioritas dari daftar yang saya buat membuat saya menempatkan posisi menonton pada posisi opsional, jika ada waktu.
Beruntung saya masih bisa berjodoh, di Lotte-Ciputra ternyata film ini masih diputar. Diantara judul film Mission Impossible yang main di 5 studio sekaligus, film ini masih tertera di layar, walaupun hanya diputar 3 kali dalam sehari.
Saya sebenarnya enggan menonton film bertema serangga. Entah kenapa setiap melihat gambar atau menonton film yang bertema mahluk kecil ini, rasanya badan jadi gatal bukan main.
Deretan kursi tidak terisi penuh, ini membuat saya leluasa memilih tempat duduk yang nyaman. Melihat kondisi ini sepertinya tidak lama lagi film ini akan digantikan dengan film terbaru, sekali lagi saya bersyukur.
Aksi heroik versi Marvell ini sudah sering kita tonton, siapa pun tokohnya. Selalu saja good guy yang akan menang melawan kezaliman para penjahat yang ingin menguasai dunia akibat ambisi selfish yang melebihi standar kewajaran. Dan itu selalu membuat kita merasa, ah indahnya hidup di dunia kartun, di dunia khayalan.
Tapi ada yang tambahan kesan yang saya peroleh dari cerita ini. Setidaknya sesekali saya harus berpikir dan bertindak seperti semut, bukan sebagai si hero, Ant-Man, tidak perlu.
Setahu saya dari pelajaran sekolah dulu kita dikenal dengan bangsa yang suka gotong royong, tapi sekarang saya lebih merasa menjadi bangsa yang gontok-gontokan. Kenapa bisa demikian?
Betapa menyenangkannya melihat kawanan semut yang dipimpin oleh satu kendali, berhati baik dan bertujuan mulia. Mereka dengan siap selalu menjalankan fungsinya masing-masing. Mereka bisa membuat jembatan, membuat tali dan sebagainya untuk bisa membantu mencapai tujuan dari misi tersebut.
Sekarang di sekitaran, saya malah melihat betapa orang berebut fungsi, semua ingin jadi pemimpin, semua ingin bicara dan banyak yang mencela fungsi dari orang-orang lain sehingga kadang mengabaikan fungsi dan tugas sendiri.
Dunia ini semakin mengerikan. Jika dilihat seperti dunia semut sepertinya chaos. Mungkin penyebabnya ada pada kita-kita, ada pada cerminan penjahat-penjahat yang ada di komik Marvell tersebut. Kapitalisme, konsumerisme semuanya dinilai dengan materi. Nilai-nilai pribadi yang seharusnya menjadi pedoman dalam hidup tergerus habis. Kebanyakan mementingkan diri sendiri, untuk mencari orang yang ingin berkorban dalam memberikan manfaat kepada orang lain juga sulit.
Orang-orang pandai malah menggunakan kepandaiannya dengan mengabaikan moral, selama itu dinilai bisa membuatnya kaya dan exist. Materi sudah merupakan jaminan hidup bahagia. Kebanyakan melenceng dari tugas dasar kita di dunia. Saya juga merasa termasuk di dalam kelompok ini. Saya belum banyak berbuat untuk orang lain, orang di sekitar saya padahal itu adalah tugas saya hidup.
Gotong royong tidak lagi sempurna, rata-rata diselingi dengan hiasan kepentingan, bahkan banyak juga kita temukan sekadar menyenangkan sesaat, gimmick saja.
Saya tidak berniat jadi Ant-man, masih terlalu jauh menempatkan diri sebagai pemimpin kelompok. Cukup saya belajar untuk menjadi diri saya sendiri. Menyadari arah yang kadang kita kesampingkan gara-gara distorsi dari lingkungan yang merecoki pikiran kita sehingga tugas dasar yang tersimpan di hati tinggal menjadi daftar tugas yang terabaikan, jika ada waktu